Kamis, 24 Mei 2012

Sadarlah!

Dalam seratus tahun yang terakhir, telah terjadi perubahan-perubahan yang sangat luar biasa di muka bumi. Pengelompokan sosial yang biasa berlaku di seluruh dunia, yaitu masyarakat berpola pedesaan, yang terbentuk dari keluarga-keluarga yang saling mengenal dan saling membantu -baik di antara warganya maupun antar pedesaan- kini dengan pesatnya telah terkikis dan kehilangan sifatnya. Kini, di kota-kota besar, setiap insan semakin terkucil dari jati dirinya, dari manusia di sekitarnya, dan dari pengenalan kepada Allah -mereka sekedar menjadi sebuah roda gigi yang sibuk dalam proses produsen-konsumen, yang apabila tidak sedang bekerja atau tidur, mereka hampir selalu terjebak dalam pencapaian fatamorgana pemuasan diri yang kekanak-kanakan dan tak ada habisnya, ini menjamin bahwa manusia tidak akan punya banyak waktu untuk merenung dan bercermin tentang dari mana dan akan kemana dia, juga tak ada waktu untuk mencoba membebaskan diri dari jeratan rutinitas kehidupan yang membelitnya.

Walaupun ukuran pengelompokan sosial yang ada sekarang sebesar masyarakat pedesaan, transaksi sosial antar warganya sudah tidak sehangat dan seerat dahulu. Kini, semakin kurang waktu untuk saling bertemu dan semakin banyak waktu tersita untuk menonton televisi. Semakin sedikit waktu untuk bekerja bersama dan semakin banyak waktu untuk bekerja sendirian. Bagi mereka yang dilahirkan dalam keadaan seperti ini, perubahan sosial ini tidak begitu kentara. Seolah-olah semua berjalan sebagaimana mestinya.

Mungkin satu-satunya  cara  untuk  memahami betapa  dahsyatnya  perubahan  yang telah terjadi, adalah dengan mengamati apa yang terjadi ketika sebuah perusahaan multinasional memutuskan untuk mulai menjarah sumber daya alam dari suatu daerah yang sebelumnya terpencil. Dalam waktu yang cukup singkat, kegiatan para pengatur perusahaan tersebut tidak hanya  mengacaukan cara hidup  masyarakat asli daerah itu, tapi juga  memusnahkan sumber-sumber penghidupan tradisional mereka, dan dengan demikian menjamin pasokan tenaga kerja murah untuk  mengerjakan berbagai kegiatan perusahaan  multinasional itu. Mendadak semua orang dinomori dan mengejar sesuatu yang namanya uang, dan terenggutlah keselarasan sosial yang pernah ada sebelum datangnya pertambangan, atau ladang minyak, atau penebangan hutan, atau pendirian pabrik, atau pembangkit listrik tenaga air, atau apa pun juga.

Semuanya dilaksanakan atas nama kemajuan, pemberadaban masyarakat terbelakang, atau demi peningkatan mutu kehidupan, namun, pada hakikatnya gaya hidup baru itu pasti terkait dengan teknologi baru, dan pasti juga terkait dengan pelecehan pada ilmu hakiki, yang para kafir sebut sebagai pendidikan dan melek huruf itu. Semuanya merupakan tanda terkikisnya atau berakhirnya transaksi kemanusiaan yang sejati di daerah tersebut. Adapun penduduk asli yang tidak bisa dipakai, akan sengaja digusur atau dibasmi dengan aneka penyakit menular atau virus-virus baru, yang mereka belum miliki penolak alaminya.

Sebuah perubahan perilaku sosial lainnya yang cukup berarti, dan jelas berkaitan dengan meningkatnya otomatisasi di suatu kelompok sosial, adalah bahwa dahulu keutuhan suatu masyarakat dibina dengan peribadatan kepada Tuhan, kini unsur pengikat yang mendasar itu sudah semakin berkurang. Apabila kita kaji bagaimana sistem pemerintahan di negara kafir saat ini, kita akan menemukan bahwa pengaturan dan pengendalian dilakukan dengan cara yang sangat terpusat dan semakin terkomputerisasi. Dengan kemajuan teknologi -terutama di bidang komunikasi dan transportasi, bersama-sama dengan penggunaan sistem komputer canggih guna penyimpanan dan pengambilan informasi- maka pengendalian yang meluas dari satu tempat jadi kenyataan.

Kini sebagian besar negara kafir adalah police state. Dibanding dengan keadaan seratus tahun yang lalu, maka kini tingkat pengawasan dan pengendalian yang dilaksanakan pemerintah-pemerintah atas rakyat-rakyatnya sangatlah menakjubkan, dan sebagian besar pengendalian itu dicapai dengan bentuk-bentuk pekerjaan yang tersedia dalam sebuah masyarakat industri masa kini.

Jelaslah bahwa kini bentuk usaha yang paling umum adalah perusahaan besar, baik milik swasta maupun pemerintah, perusahaan-perusahaan semacam ini biasa memiliki cabang-cabang yang tersebar tidak hanya di satu negara, tapi juga tersebar di banyak benua, bahkan di seluruh jagat. Siapa saja yang bekerja pada perusahaan semacam itu akan dikendalikan oleh tata tertib perusahaannya. Dalam kehidupan mereka sehari-hari, para pekerja secara bertahap semakin diwajibkan untuk menjunjung tinggi aturan perusahaan di atas akal sehat dan kemanusiaan. Bahkan sebuah perusahaan pribadi maupun usaha kecil diatur dengan ketat tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukannya. Semua orang selalu diajarkan bahwa aturan-aturan ini dibuat demi kebaikan mereka sendiri, namun mereka tak pernah diberi kesempatan untuk melihat apa jadinya kehidupan ini bila aturan-aturan ini tak ada.

Tidaklah mengherankan bila di negara kafir ditemukan bahwa mereka yang mengendalikan pemerintahan biasanya juga mengendalikan perusahaan-perusahaan besar. Kaum elit penguasa kafir mengendalikan sistem hukum kafir, yang digunakan untuk mengatur semua sub-sistem yang saling berkaitan dalam sistem kafir, yaitu sistem Dajjal, dengan menentukan bentuk usaha apa yang diijinkan, serta tata-tertib apa yang harus ditaati para pekerjanya. Ini berarti bahwa kehidupan di negara kafir itu sangat dilembagakan, dibakukan dan diatur. Kini, pengelompokan masyarakat yang paling umum berpusat pada  pekerjaan. Bentuk organisasinya bagaikan piramida. Cara pengaturannya fir'auni. Ini memungkinkan yang sedikit mengatur dan memperbudak yang banyak, seringkali yang banyak tidak menyadari betapa besar derajat pengendalian yang menimpa mereka. Semua lembaga-lembaga kafir dijalankan demi menengguk untung semata, apakah itu sistem hukumnya, sistem pemerintahannya, sistem industrinya, sistem universitasnya, sistem rumah sakitnya, sistem media massanya, maupun sistem-sistem lainnya.

Semua lembaga-lembaga itu dipersiapkan demi kemujaraban pelaksanaan proses produsen-konsumen: inilah agama yang paling berpengaruh saat ini dan menjerat banyak manusia dengan milyaran aturannya yang dikendalikan oleh hirarki para pakarnya. Semua pihak yang kini menguasai negara-negara kafir yang katanya modern itu senantiasa menyanjung proses produsen-konsumen sebagai jalan hidup yang ideal. Ini sama sekali tidak mengherankan, karena dengan kelangsungan proses produsen-konsumen, merekalah yang paling diuntungkan dan yang paling banyak mendapat ganjaran keuangan.

Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa ketika mendirikan proses produsen-konsumen di tempat yang katanya negara dunia ketiga atau negara sedang berkembang itu, para penjajah selalu mengacaukan cara hidup yang dijalani penduduk asli. Pendekatan dasarnya selalu sama, masyarakat dirayu untuk menghasilkan lebih dari yang mereka butuhkan. Untuk mencapai maksud ini mereka harus dirayu agar bekerja lebih lama, dan kaum wanitanya diyakinkan bahwa mereka akan mencapai emansipasi, bila mereka meninggalkan rumah guna bekerja di pabrik seharian penuh. Agar pekerjaan bisa menjadi suatu tawaran yang menggiurkan, masyarakat dijanjikan uang, namun jumlahnya hanya cukup untuk membuat mereka tergantung pada uang hingga mereka harus terus bekerja untuk mendapatkannya, karena penghasilan mereka tak akan pernah bersisa untuk ditabung. Agar uang kelihatan berharga, masyarakat dirayu untuk menginginkan produk-produk yang tidak pernah mereka butuhkan sebelumnya, bahkan banyak yang sebenarnya tidak diperlukan. Sekali masyarakat berhasil dipancing minatnya, mereka harus mencari uang untuk membelinya, berarti mereka harus bekerja untuk mendapat uangnya. Maka dalam waktu yang sekejap saja, sejumlah besar masyarakat bisa dibujuk untuk menanggalkan cara hidup sebelumnya, guna membuat produk-produk yang mereka telah dipancing meminatinya, demi upah untuk membelinya.

Pola itu lebih diperkuat dengan disusupkannya mekanisme hutang. Semua orang digalakkan untuk menginginkan bahkan membutuhkan uang yang melebihi penghasilannya, sehingga mereka harus  meminjam kekurangannya. Begitu berhutang, maka mereka akan ketagihan dan terjebak. Istilah "ambil sekarang, bayar belakangan", bagi sebagian besar orang biasanya berarti: "sekali anda berhutang, anda akan terus berusaha melunasinya seumur hidup". Memang, perangkap bunga majemuk adalah jerat yang teramat ganas.

Tentu ada saja yang walaupun telah terbujuk untuk menghendaki harta-benda, mereka tidak bisa mendapat pekerjaan atau tidak mau dipusingkan untuk mendapat pekerjaan. Mereka malah memilih kejahatan. Bagi para penguasa kafir, keadaan ini adalah alasan yang ideal untuk menegakkan sistem  hukum mereka, yang melindungi namun sekaligus meningkatkan pengendalian atas para pekerja. Keadaan ini juga menciptakan tambahan lahan kerja, baik bagi mereka yang diperlukan untuk menjalankan sistem hukum kafir -yaitu para birokrat dan para pegawai kantornya- dan juga bagi mereka yang membangun gedung-gedung perkantoran, gedung-gedung pengadilan dan penjara-penjaranya -yang digunakan untuk menangani siapa pun yang tidak mau ikut permainan produsen-konsumen. Tentu saja semua denda-denda yang berhasil dikumpulkan proses peradilan, tidak akan cukup untuk membiayai pendirian semua bangunan dan untuk gaji yang pantas bagi mereka yang bekerja di sana. Dengan demikian harus dipungut pajak-pajak tambahan. Ini pun memerlukan lebih banyak lahan perkantoran dan menciptakan lebih banyak lahan pekerjaan bagi para pemungut pajak. Artinya, semua orang harus kerja keras untuk memelihara daya belinya. Artinya, banyak orang yang akan mencoba menghindari pajak, maka bertambahlah pekerjaan bagi mereka yang berada dalam sistem hukum. Ketika pajak-pajak ditingkatkan dan nilai uang melemah -karena harga-harga dinaikkan agar mendapat pemasukan tambahan tanpa perlu melakukan kerja tambahan- akhirnya kaum pekerja merasa tidak puas. Mereka berusaha untuk menyusun barisan dan mengubah status quo. Akibatnya bertambahlah undang-undang untuk menangkal gerakan-gerakan mereka. Ini berarti tambahan kerja bagi para petugas sistem hukum. Dan dengan demikian dalam waktu  yang sangat singkat proses produsen-konsumen sudah bisa berdiri dengan kokoh. Sedangkan para pekerja terjerat di dalam sistem birokrasi yang teratur namun kacau -sebuah sistem yang mengalihkan perhatian mereka dari Sang Pemberi Nafkah kepada nafkahnya belaka- demi tingkat perekonomian dan keperluan mereka sehari-hari.

Ketika kegiatan produsen-konsumen di suatu negara menjadi semakin kompleks dan beragam, dan ketika manusia menjadi semakin terasing dari dirinya masing-masing dan terpilah-pilah, maka akan datang suatu tahap yang tak terelakkan -sebagaimana yang kini kita lihat terjadi di negara-negara yang katanya tempat asal proses produsen-konsumen: ambruk total.

Ada sebuah ungkapan klise: ada yang bekerja untuk hidup, kini banyak yang hidup untuk bekerja. Walaupun klise, ungkapan ini ada benarnya. Sistem pabrik kafir adalah sistem yang tidak manusiawi dan amat menghina. Sistem itu memperlakukan manusia sebagai bagian yang diperlukan sekaligus bisa dibuang begitu saja dalam proses produsen-konsumen. Peningkatan otomatisasi berarti peningkatan penghambaan manusia kepada mesin yang dijalankannya. Mereka diwajibkan untuk mengikuti lajunya mesin. Pada pabrik yang bekerja dua puluh empat jam per hari, pekerja diatur sedemikian rupa agar mesin tidak sampai berhenti dan mengganggu arus produksi. Kelahiran, pernikahan dan kematian, cenderung dianggap sebagai peristiwa kehidupan yang tidak penting, malahan dianggap berpotensi untuk mengganggu kelancaran proses produksi. Sekecil apa pun rasa aman pada pekerjaan, akan diluluhkan oleh pemberlakuan tawaran kontrak kerja jangka pendek dan ancaman PHK, dan ketakutan ini dijadikan sarana untuk menumbuhkan semangat kerja. Maka satu-satunya cara untuk bisa bertahan hidup di lingkungan semacam ini adalah dengan berlaku seperti robot, atau menjadi robot saja.

Dalam sistem pabrik, sukses diukur dari seberapa besar kekuasaan anda atas orang lain, dari sekecil apa kekuasaan orang lain atas diri anda, juga diukur dari seberapa besar uang yang anda peroleh. Semakin banyak barang yang mampu anda beli, semakin berhasillah anda. Semakin anda bisa mengejewantahkan citra ideal semu yang ditampilkan media massa -dan ada banyak sekali citra ideal yang ditawarkan guna menciptakan pasar yang seluas-luasnya- maka semakin terkenallah anda sebagai seseorang yang sukses dalam permainan produsen-konsumen.

Kini, setelah mengetahui apa yang terjadi di dunia ini, apakah anda akan tetap diam saja, atau keluar dari sistem yang merugikan anda. Putuskan pilihan anda sekarang juga.

Ikutilah nurani anda. Lakukan apa yang bisa. Anda akan tergiring pada apa yang anda cintai. Anda akan ditolak oleh apa yang anda benci. Anda akan melakukan apa yang harus anda lakukan. Jangan mengingkari hati anda. Tak seorang pun bisa mengganti takdir anda. Hanya saat ini yang mengetahui apa jadinya saat ini. Dan mengenai sisa umur anda yang belum tersibak, saat demi saat, jam demi jam, hari demi hari, dan sebagaimana perubahan yang datang dan pergi, satu dengan yang lainnya, masing-masing yang nanti begitu tak terduga, masing-masing yang kini begitu cepat, masing-masing yang lalu begitu tak nyata, maka janganlah lupa, tapi ingatlah, dan bila anda lupa, ingatlah: anda dalam perjalanan.

Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali ke Allah, termasuk anda. Putuskan pilihan anda sekarang juga. Sadarlah. Waktu sudah mendesak. Anda berada dalam perjalanan. Perjalanan itu menuju Allah.


Sumber: Sistem Dajjal dengan editan