Kamis, 24 Februari 2011

Melacak Proses Berubahnya Barat-Kristen Menjadi Barat Sekular-Liberal

Sekularisasi merupakan fenomena khas dalam dunia Kristen. Menurut Bernard Lewis, pemikir politik paling berpengaruh di Amerika Serikat sesudah berakhirnya Perang Dingin, "Sejak awal mula, kaum Kristen diajarkan -baik dalam persepsi maupun praktik- untuk memisahkan antara Tuhan dan kaisar dan dipahamkan tentang adanya kewajiban yang berbeda antara keduanya." Dalam bukunya, Christianity in World History, Arend Theodor van Leeuwen, mencatat, penyebaran Kristen di Eropa membawa pesan sekularisasi. Kata Leeuwen, "Kristenisasi dan sekularisasi terlibat bersama dalam suatu hubungan yang dialektikal." Maka menurutnya, persentuhan antara kultur sekular Barat dengan kultur tradisional religius di Timur Tengah dan Asia adalah bermulanya babak baru dalam sejarah sekularisasi. Sebab, kultur sekular adalah hadiah Kristen kepada dunia.

Pandangan Lewis dan Leeuwen merupakan babak baru dalam sejarah peradaban Barat, di mana kekristenan telah mengalami tekanan berat, sehingga dipaksa untuk memperkecil atau membatasi wilayah otoritasnya. Gereja dipaksa menjadi sekular, dengan melepaskan otoritasnya dalam dunia politik. Fenomena sekularisasi dan liberalisasi pada peradaban Barat -yang kemudian diglobalkan ke seluruh dunia- sebenarnya dapat ditelusuri dari proses sejarah yang panjang yang dialami oleh salah satu peradaban besar di dunia ini. Dalam bukunya, The Secularization of the European Mind in the Nineteenth Century, Owen Chadwick menulis satu bab berjudul "On Liberalism". Kata liberal secara harfiah artinya 'bebas', artinya 'bebas dari berbagai batasan'. "Negara liberal," tulis Chadwick, "haruslah negara sekular."

Dalam sejarah Kristen Eropa, kata secular dan liberal dimaknai sebagai pembebasan masyarakat dari cengkeraman kekuasaan Gereja yang sangat kuat dan hegemonik di zaman Pertengahan. Proses berikutnya bukan saja dalam bidang sosial-politik, tetapi juga menyangkut metodologi pemahaman keagamaan. Misalnya, muncul pemikiran Yahudi Liberal, dengan tokohnya Abraham Geiger. Begitu juga merebaknya pemikiran teologi liberal dalam dunia Kristen. Proses sekularisasi-liberalisasi agama, kemudian diglobalkan dan dipromosikan ke agama-agama lainnya, termasuk Islam.

Mengapa Barat kemudian memilih jalan hidup sekular-liberal? Setidaknya, ada tiga faktor penting yang menjadi latar belakang mengapa Barat memilih jalan hidup sekuler dan liberal dan kemudian mengglobalkan pandangan hidup dan nilai-nilainya ke seluruh dunia, termasuk di dunia Islam. Pertama, trauma sejarah, khususnya yang berhubungan dengan dominasi agama (Kristen) di zaman Pertengahan. Kedua, problema teks Bibel. Dan ketiga, problema teologis Kristen. Ketiga problema itu terkait satu dengan lainnya, sehingga memunculkan sikap traumatis terhadap agama, yang pada ujungnya melahirkan sikap berpikir sekular-liberal dalam sejarah tradisi pemikiran Barat modern.


PERTAMA, PROBLEM SEJARAH KRISTEN

Sejarah kekristenan, kata Bernard Lewis, banyak diwarnai dengan perpecahan (skisma) dan kekafiran (heresy), dan dengan konflik antar kelompok yang berujung pada peperangan atau penindasan. Sejarah bermula sejak zaman Konstantin Agung, di mana terjadi konflik antara Gereja Konstantinopel, Antioch, dan Alexandria. Lalu, antara Konstantinopel dan Roma; antara Katolik dan Protestan dan antara berbagai sekte dalam Kristen. Setelah konflik-konflik berdarah banyak terjadi, maka muncul kalangan Kristen yang berpikir, bahwa kehidupan toleran antar kelompok masyarakat hanya mungkin dilakukan jika kekuasaan Gereja untuk mengatur politik dihilangkan, begitu juga campur tangan negara terhadap Gereja.

Dalam perjalanan sejarahnya, peradaban Barat (Western civilization) telah mengalami masa yang pahit, yang mereka sebut "zaman kegelapan" (the dark ages). Mereka menyebutnya juga sebagai "zaman Pertengahan" (the medieval ages). Zaman itu dimulai ketika Imperium Romawi Barat runtuh pada 476 M dan mulai munculnya Gereja Kristen sebagai institusi dominan dalam masyarakat Kristen Barat sampai dengan masuknya zaman renaissance sekitar abad ke-14. Karena itu, mereka menyebut zaman baru dengan istilah "renaissance" yang artinya "rebirth" (lahir kembali). Mereka seperti merasa, bahwa ketika hidup di bawah cengkeraman kekuasaan Gereja, mereka mengalami kematian. Sebab, ketika itu Gereja yang mengklaim sebagai institusi resmi wakil Tuhan di muka bumi melakukan hegemoni terhadap kehidupan masyarakat dan melakukan berbagai tindakan brutal yang sangat tidak manusiawi. Sejarah dominasi kekuasaan Gereja bisa ditelusuri sejak awal mula tumbuhnya Kristen sebagai agama negara di zaman Romawi. Besarnya kekuasaan yang dimiliki Gereja melahirkan berbagai penyimpangan. Tahun 1887, Lord Acton seperti menyindir hegemoni kekuasaan Gereja dan menulis surat kepada Uskup Mandell Creighton. Isinya antara lain: "Semua kekuasaan cenderung korup; dan kekuasaan yang mutlak melakukan korupsi secara mutlak."

Untuk memahami latar belakang penindasan brutal terhadap kaum non-Kristen dan kelompok-kelompok yang dianggap kafir lainnya, yang lantas melahirkan trauma terhadap agama, sangat penting bagi kita untuk menelaah sejarah mengapa dan bagaimana Gereja di zaman Pertengahan membangun kekuatan hegemoniknya. Salah satu fenomena penting dalam sejarah abad Pertengahan di Eropa adalah upaya Gereja Kristen memperoleh dan memelihara kekuatan politiknya. Agama Kristen mulai mendapatkan peluang kebebasan -setelah beratus tahun mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi- dari Kaisar Konstantin, yang pada tahun 313 M mengeluarkan Edict of Milan. Dengan dikeluarkannya Edict of Theodosius pada tahun 392 M, agama Kristen memegang posisi sebagai agama negara dari Imperium Romawi.

Di akhir masa kekaisaran Romawi, ketika institusi-institusi kenegaraan Romawi mengalami kehancuran, institusi Gereja meraih kekuatan dan signifikansinya. Organisasi Gereja tumbuh menjadi lebih kuat dan keanggotaannya semakin meningkat. Ketika itu, agama Kristen merupakan prinsip pemersatu dan Gereja menjadi institusi yang dominan dan sentral. Tidak ada satupun aspek kehidupan di abad Pertengahan yang tidak tersentuh oleh pengaruh Gereja.

Ketika Kekaisaran Romawi runtuh pada tahun 476 M, Gereja tetap mempertahankan sistem administrasi Romawi dan memelihara elemen-elemen peradaban Yunani-Romawi (Greeco-Roman civilization). Sebagai faktor pemersatu, Gereja menyediakan jawaban bagi masyarakat tentang konsep kehidupan dan kematian. Dalam kehidupan sosial yang menuju kehancuran ketika itu, Gereja merupakan satu-satunya institusi yang memberikan alternatif rekonstruksi kehidupan. Karena itu, kemudian pengaruh Gereja meluas begitu cepat di seluruh daratan Eropa, melibas berbagai pengaruh pandangan dan kepercayaan tradisional Eropa. Sepanjang daratan Eropa, dari Italia sampai Irlandia, sebuah masyarakat baru, berpusat pada kekristenan terbentuk. Selama abad Pertengahan, ketika kota-kota mengalami kehancuran, biara-biara menjelma menjadi pusat-pusat kebudayaan, dan tetap bertahan sampai munculnya kembali kota-kota di masa kemudian. Ketika itu, biara-biara juga menyediakan perawatan dan bantuan bagi orang-orang sakit dan miskin serta menyiapkan tempat bagi para pengembara.

Awal-awal abad Pertengahan merupakan periode pembentukan institusi kepausan. Gereja Romawi mulai terorganisasi dengan baik di zaman Paus Gregorius (590-604 M) -yang dikenal sebagai "the Great". Dialah yang membangun awal mula birokrasi kepausan masa Pertengahan dan memperkuat kekuasaan kepausan. Gregorius menggunakan metode administrasi Romawi untuk mengorganisasikan kekayaan Gereja di Italia, Sisilia, Sardinia, Gaul, dan wilayah lainnya. Ia memperkuat otoritas kepausan atas uskup dan para pastor lainnya, mengirimkan misionaris ke Inggris untuk menaklukkan Anglo-Saxons, dan melakukan aliansi dengan Perancis. Paus Gregorius juga melakukan aktivitas ekonomi dengan mengimpor gandum untuk memberi makan prajurit Romawi dan mengirimkan pasukan melawan kelompok heretic Lombards. Karena itu, Gregorius I, dari sudut tertentu, dipandang sebagai "penyusun kekuatan politik kepausan". Akhirnya, pada abad ke-8, aliansi antara Paus dan Raja Pippin dari Perancis, berhasil mendirikan "Kerajaan Kepausan" (Papal State) dan mengatur dukungan Paus untuk memberikan legitimasi terhadap keluarga Pippin. Tahun 754 M, Pippin berjanji untuk mengembalikan teritori patrimoni dari St. Peter. Sebagai balasan, Paus Stephen III menjanjikan akan memberikan hukuman pengucilan terhadap raja-raja Perancis yang tidak berasal dari keluarga Pippin. Tahun 800 M, Paus Leo III, membuat keputusan besar dalam politik kepausan, dengan meletakkan mahkota kerajaan kepada anak Pippin, Charlemagne, yang diangkat sebagai "Emperor of the Romans". Aksi Leo III ini sekaligus memindahkan gelar itu dari Kekaisaran Romawi Timur (Byzantine) ke Barat.

Pengesahan Kekaisaran Romawi terhadap Charlemagne kemudian membentuk pola hubungan baru dalam bidang keagamaan di Eropa, dan kemudian juga memicu konflik politik-keagamaan di abad Pertengahan. Ini berkaitan dengan pemisahan tanggung jawab dan sumber legitimasi kekuasaan dari dua institusi tersebut: negara dan Gereja. Contoh yang menarik terjadi pada kasus konflik antara Paus Gregorius VII dan Raja Henry IV pada paruh abad ke-11. Konflik bermula ketika Gregorius melarang keterlibatan raja dalam pengangkatan pejabat Gereja. Paus berargumen, bahwa konsep Gereja sebagai monarki berasal dari tradisi Imperium Romawi. Paus sendiri yang berhak mengangkat dan memberhentikan para uskup, mengadakan suatu Sidang Umum, dan mengeluarkan peraturan moral dan keagamaan. Jika Paus mengucilkan seorang penguasa, maka penguasa itu berarti telah berdiri di luar tubuh kekristenan, dan karena itu ia tidak dapat menjadi penguasa di wilayah Kristen (Christendom). Raja Henry IV menolak klaim Paus tersebut, dan menyatakan bahwa kekuasaan raja juga datang langsung dari Tuhan. Menghadapi tentangan itu, Gregorius menyerukan kepatuhan pasif terhadap Henry IV. Pada akhir pertarungan, Henry IV takluk dan dipaksa menemui Gregorius di Canossa pada 1077. Paus kemudian meringankan hukuman atas Henry tetapi tidak memulihkan kekuasaannya. Kasus ini menunjukkan keefektifan kekuasaan Paus atas pemerintah. Institusi kepausan, meskipun tenpa tentara, mampu melakukan pengucilan terhadap raja yang sangat besar kekuasaannya di Eropa.

Kemenangan Gregorius tampaknya meningkatkan moral Gereja dalam menghadapi segala sesuatu yang dipandang sebagai "musuh". Apalagi, sejumlah penguasa Kristen juga berhasil merebut kembali daerah-daerah yang sebelumnya direbut oleh Muslim. Tahun 1091 Count Roger berhasil merebut Sisilia. Pada tahun 1085, Kristen Spanyol dengan bantuan tentara Perancis berhasil mempertahankan Toledo dari serangan Muslim. Paus dan para uskup kemudian lebih jauh melangkah untuk mendorong masyarakat membentuk milisi-milisi bersenjata. Salah satunya adalah Uskup Toul yang kemudian menjadi Paus Leo IX tahun 1049. Dua bulan setelah penobatannya, Paus Leo IX membentuk milisi Romawi untuk memerangi bangsa Norman yang mengancam menyerbu wilayahnya. Pada tahun 1053, ia sendiri yang memimpin pasukannya dalam peperangan. Dua puluh tahun kemudian, Paus Gregorius VII menyerukan semua rakyat Eropa untuk membentuk milisi bersenjata yang dia namakan sebagai "the Knight of St. Peter".

Di zaman hegemoni kekuasaan Gereja inilah lahir sebuah institusi Gereja yang sangat terkenal kejahatan dan kekejamannya, yang dikenal sebagai "INQUISISI". Karen Armstrong, mantan biarawati dan penulis terkenal, menggambarkan kejahatan institusi Inquisisi Kristen dalam sejarah sebagai berikut:

"Sebagian besar kita tentunya setuju bahwa salah satu dari institusi Kristen yang paling jahat adalah Inquisisi, yang merupakan instrumen teror dalam Gereja Katolik sampai dengan akhir abad ke-17. Metode Inquisisi ini juga digunakan oleh Gereja Protestan untuk melakukan penindasan dan kontrol terhadap kaum Katolik di negara-negara mereka."

Ada sebagian tokoh Gereja yang berusaha melakukan pembelaan dalam soal Inquisisi itu. Peter de Rosa, dalam bukunya, Vicars of Christ: The dark Side of the Papacy, mencatat, sikap itu hanya menambah kemunafikan terhadap kejahatan. Yang sangat mengherankan dalam soal ini adalah penggunaan cara siksaan dan pembakaran terhadap korban. Dan itu bukan dilakukan oleh musuh-musuh Gereja, tetapi dilakukan sendiri oleh orang-orang tersuci yang bertindak atas perintah wakil Kristus (Vicar of Christ). Peter de Rosa mencatat:

"Betapapun, Inquisisi tersebut bukan hanya jahat saat dibandingkan dengan (nilai-nilai) abad ke-20, tetapi ini juga jahat dibandingkan dengan (nilai-nilai) abad ke-10 dan ke-11, saat di mana penyiksaan tidak disahkan dan laki-laki serta wanita dijamin dengan pengadilan yang fair. Ini juga jahat dibandingkan dengan zaman Diocletian, di mana tidak seorangpun disiksa dan dibunuh atas nama Jesus yang tersalib."

Ketika pasukan Napoleon menaklukkan Spanyol tahun 1808, seorang komandan pasukannya, Kolonel Lemanouski, melaporkan bahwa pastor-pastor Dominikan mengurung diri dalam biara mereka di Madrid. Ketika pasukan Lemanouski memaksa masuk, para inquisitors itu tidak mengakui adanya ruang-ruang penyiksaan dalam biara mereka. Tetapi, setelah digeledah, pasukan Lemanouski menemukan tempat-tempat penyiksaan di ruang bawah tanah. Tempat-tempat itu penuh dengan tawanan, semuanya dalam keadaan telanjang, dan beberapa diantaranya gila. Pasukan Perancis yang sudah terbiasa dengan kekejaman dan darah, sampai-sampai merasa muak dengan pemandangan seperti itu. Mereka lalu mengosongkan ruang-ruang penyiksaan itu, dan selanjutnya meledakkan biara tersebut.

Henry Charles Lea, seorang sejarawan Amerika, menulis kejahatan Inquisisi di Spanyol dalam empat volume bukunya A History of the Inquisition of Spain, (New York: AMS Press Inc., 1988). Dalam bukunya ini, Lea membantah bahwa Gereja tidak dapat dipersalahkan dalam kasus Inquisisi, sebagaimana misalnya dikatakan oleh seorang tokoh Kristen, Father Gam, yang menyatakan, "Inquisisi adalah satu institusi di mana Gereja tidak memiliki tanggung jawab atasnya."

Ini salah satu bentuk apologi di kalangan pemimpin Kristen. Lea menunjuk bukti bahwa dalam kasus bentuk hukuman terhadap korban Inquisisi, otoritas Gereja mengabaikan pendapat bahwa menghukum kaum "heretics" (kaum yang dicap menyimpang dari doktrin resmi Gereja) dengan membakar hidup-hidup adalah bertentangan dengan semangat Kristus. Tapi, sikap Gereja ketika itu menyatakan, bahwa membakar hidup-hidup kaum heretics adalah suatu tindakan yang mulia.

Ketika melakukan berbagai bentuk kekejaman itu, Gereja bertindak sebagai wakil Tuhan, dan mengatasnamakan Tuhan. Karena itu, kesalahan yang dilakukan Gereja adalah kesalahan pada agama itu sendiri. Ini berbeda dengan Islam, yang tidak mengenal institusi kekuasaan agama (Teokrasi), sebagaimana yang terjadi pada sejarah Kristen. Para pemimpin Gereja diakui haknya untuk mengampuni dosa manusia, di dalam Islam tak ada seorangpun berhak memberikan ampunan terhadap dosa orang lain.

Karena itu, tidaklah tepat jika konsep politik dalam Islam yang diterapkan selama ratusan tahun yakni konsep khilafah, disebut dengan istilah dalam tradisi Kristen, yaitu "theokrasi". Abul A'la Maududi malah menyebut Teokrasi sebagai pemerintahan setan. Padahal, ketika memegang hegemoni kekuasaan yang begitu besar, justru ketika itulah terjadi berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang akhirnya menimbulkan pemberontakan dari dalam tubuh Gereja sendiri. Mereka menyebutnya dengan istilah "reformasi".

Salah satu yang mendorong Martin Luther melakukan pemberontakan terhadap Paus adalah praktik jual beli surat pengampunan dosa. Pada tanggal 31 Oktober 1517, Martin Luther (1483-1546) memberontak pada kekuasaan Paus dengan cara menempelkan 95 poin pernyataan (Ninety-five These) di pintu gerejanya, di Jerman. Ia terutama menentang praktik penjualan "pengampunan dosa" (indulgences) oleh pemuka Gereja. Pada 95 these-nya itu, Luther juga menggugat keseluruhan doktrin supremasi Paus, yang dikatakannya telah kehilangan legitimasi akibat penyelewengan yang dilakukannya. Tahun 1521, Luther dikucilkan dari Gereja Katolik. Namun, Luther berhasil mendapatkan perlindungan seorang penguasa di wilayah Jerman dan akhirnya mengembangkan gereja dan ajaran tersendiri terlepas dari kekuasaan Paus.

Berbagai penyelewengan penguasa agama dan pemberontakan tokoh-tokoh Kristen kepada kekuasaan Gereja yang mengklaim sebagai wakil Kristus menunjukkan bahwa konsep "infallible" (tidak dapat salah) dari Gereja sudah tergoyahkan. Pemberontakan demi pemberontakan terus berlangsung, sehingga dunia Kristen Eropa kemudian terbelah menjadi dua bagian besar, Katolik dan Protestan. Beratus tahun kedua agama ini bersaing dan saling melakukan berbagai aksi pembantaian. Kisah perebutan tahta di Inggris menarik untuk disimak, bagaimana Raja Henry VIII (1491-1547) memisahkan diri dari Paus dan membentuk Gereja sendiri, hanya karena Paus menentang perkawinannya dengan Anne Boleyn dengan menceraikan istrinya terdahulu, Catharine of Aragon. Tahta Inggris akhirnya jatuh ke tangan Protestan (Anglikan) setelah Vatikan gagal mencegah tampilnya Elizabeth I (1558-1603) sebagai Ratu Inggris menggantikan Queen Mary yang Katolik. Sebuah film berjudul Elizabeth yang dibintangi oleh Cate Blanchett menggambarkan perebutan tahta Inggris antara Katolik dan Protestan yang diwarnai dengan berbagai tindakan kejam yang di luar batas perikemanusiaan, baik yang dilakukan tokoh-tokoh Katolik maupun tokoh Protestan.

Di Perancis, pertarungan antara Katolik dan Protestan juga berlangsung sangat sengit. Salah satu kisah yang paling mengerikan adalah pembantaian kaum Protestan -terutama Calvinists- di Paris, oleh kaum Katolik tahun 1572 yang dikenal sebagai "The St. Bartholomew's Day Massacre". Diperkirakan 10.000 orang mati. Selama berminggu-minggu jalan-jalan di Paris dipenuhi dengan mayat-mayat laki-laki, wanita, dan anak-anak yang membusuk.

Perancis juga dikenal dengan Revolusinya (1789) yang dahsyat yang mengusung jargon "Liberty, Egality, Fraternity". Pada masa itu, para agamawan (clergy) di Perancis menempati kelas istimewa bersama para bangsawan. Mereka mendapatkan berbagai hak istimewa, termasuk pembebasan pajak. Padahal, jumlah mereka sangat kecil, yakni hanya sekitar 500.000 dari 26 juta rakyat Perancis.

Dendam masyarakat Barat terhadap keistimewaan para tokoh agama yang bersekutu dengan penguasa yang menindas rakyat semacam itu juga berpengaruh besar terhadap sikap Barat dalam memandang agama. Tidak heran, jika pada era berikutnya, muncul sikap anti-pemuka agama yang dikenal dengan istilah "anti-clericalism" di Eropa pada abad ke-18. Sebuah ungkapan populer ketika itu: "Berhati-hatilah, jika anda berada di depan seorang wanita, berhati-hatilah anda jika berada di belakang keledai, dan berhati-hatilah jika berada di depan atau di belakang pendeta."

Trauma inilah yang kemudian melahirkan paham sekularisme dalam politik, yakni memisahkan antara agama dengan politik. Mereka selalu beralasan, bahwa jika agama dicampur dengan politik, maka akan terjadi "politisasi agama"; agama haruslah dipisahkan dari negara. Agama dianggap sebagai wilayah pribadi dan politik (negara) adalah wilayah publik; agama adalah hal yang suci sedangkan politik adalah hal yang kotor dan profan. Bukti-bukti penyimpangan kekuasaan politik oleh para penguasa agama di Eropa dengan mudah ditemukan. Pada tahap selanjutnya, mereka terus mencari dalil-dalil dan alasan teologis untuk memperkuat argumentasi sekulerisasi, khususnya ditemukan pada ayat-ayat tertentu pada Bibel. Menghadapi serangan yang sangat kuat tersebut pihak Kristen akhirnya menyerah dan menerima proses sekularisasi sebagai bagian dari kenyataan. Bahkan, banyak yang berargumen bahwa sekularisasi adalah bagian dari ajaran Kristen itu sendiri.

Trauma Barat terhadap sejarah keagamaan mereka berpengaruh besar terhadap cara pandang mereka terhadap agama. Jika disebut kata "religion" maka yang teringat dalam benak mereka adalah sejarah agama Kristen, lengkap dengan doktrin, ritual, dan sejarahnya yang kelam yang diwarnai dengan Inquisisi dan sejarah penindasan atas para ilmuwan. Seorang psikolog Barat, Scott Peck, menyatakan,

"Sekali kata 'religion' disebutkan di dunia Barat, ini akan membuat orang berpikir tentang: ...Inquisisi, tahyul, lemah semangat, paham dogmatis, munafik, benar sendiri, kekakuan, kekasaran, pembakaran buku, pembakaran dukun, larangan-larangan, ketakutan, taat aturan agama, pengakuan dosa, dan kegilaan. Apakah semua ini yang Tuhan lakukan untuk manusia atau apa yang manusia lakukan terhadap Tuhan. Ini merupakan bukti kuat bahwa percaya kepada Tuhan sering menjadi dogma yang menghancurkan."

Persepsi tentang agama Kristen semacam itulah yang kemudian membentuk persepsi kolektif tentang perlunya dilakukan "sekularisasi" dalam kehidupan masyarakat. Agama (dalam hal ini institusi Gereja) harus dipisahkan dari wilayah politik, karena kekuasaan Gereja yang absolut sudah terbukti menyelewengkan dan memanipulasi kekuasaan untuk kepentingan pemuka agama.

Ada kalanya, Gereja mencoba menyatukan masyarakat Kristen dengan menempatkan sesuatu sebagai "common enemy", sebagaimana yang terjadi dalam Crusade, ketika Paus Urban II menggambarkan Muslim sebagai musuh Kristen. Institusi Inquisisi juga dibentuk dalam kerangka membasmi musuh-musuh Gereja. Apa yang dilakukan Gereja di zaman Pertengahan dalam menghimpun dan mengonsentrasikan kekuasaan dapatlah dikatakan sebagai suatu bentuk pemeliharaan hegemoni.

Dalam masalah keilmuan, waktu itu Gereja meyakini bahwa bumi adalah pusat tata surya. Sampai pada abad ke-17 Gereja dan juga Inquisitor General-nya, secara terbuka menganut keyakinan, seluruh alam semesta bergerak mengelilingi Mahkota Paus yang berada di Bumi. Robert N. Bellah mencatat bahwa, "Paus di awal abad Pertengahan, hampir mengklaim dirinya sebagai ketua negara super internasional, dimana semua penguasa politik sekuler harus tunduk padanya." Di abad-abad Pertengahan, Gereja memang merupakan kekuatan dominan dalam politik. Di samping memegang kekuatan agama, Gereja juga mengendalikan kekuatan besar dalam ekonomi. Di abad ke-10, Gereja merupakan pemilik lahan terbesar di Eropa Barat. Ketika itu Gereja memiliki hampir sepertiga wilayah Itali dan sejumlah besar kekayaan di wilayah lain.


KEDUA, PROBLEM TEKS BIBEL

Problem ini berkaitan dengan otentisitas teks Bibel dan makna yang terkandung di dalamnya. Ada sebagian kalangan yang dengan gegabah mencoba menyamakan antara Al-Qur'an dengan Bibel, dengan menyatakan, bahwa semuanya adalah Kitab Suci, dan semuanya mukjizat. Padahal, kalangan ilmuwan Barat yang jeli, bisa membedakan antara kedua kitab agama itu. Teks Al-Qur'an tidak mengalami problema sebagaimana problema teks Bibel. Norman Daniel, dalam bukunya, Islam and The West: The Making of an Image, menegaskan: "Al-Qur'an tidak ada bandingannya dengan apapun di luar Islam."

Hebrew Bible (Kristen menyebutnya Perjanjian Lama), misalnya, hingga kini masih merupakan misteri. Richard Elliot Friedman, dalam bukunya, Who Wrote the Bible, menulis, bahwa hingga kini siapa yang sebenarnya menulis kitab ini masih merupakan misteri. Ia menulis, "Adalah sebuah fakta yang mengherankan bahwa kita tak pernah tahu secara pasti siapa yang telah membuat buku itu yang telah menjalankan peran penting dalam peradaban kita." Ia mencontohkan, The Book of Torah atau The Five Book of Moses, diduga ditulis oleh Moses. Book of Lamentation ditulis Nabi Jeremiah. Separuh Mazmur (Psalm) ditulis King David. Tetapi, kata Friedman, tidak seorangpun tahu bagaimana perujukan penulis itu memang benar adanya. The Five Book of Moses, kata Friedman, merupakan teka-teki paling tua di dunia. Tidak satu ayatpun dalam Torah yang menyebutkan bahwa Moses adalah penulisnya. Sementara di dalam teksnya dijumpai banyak kontradiksi.

Perjanjian Baru (New Testament) juga menghadapi banyak problem otentisitas teks. Profesor Bruce M. Metzger, guru besar bahasa Perjanjian Baru di Princeton Theological Seminary, menulis beberapa buku tentang teks Perjanjian Baru. Satu bukunya berjudul "The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoration" (Oxford University Press, 1985). Dalam bukunya yang lain, yang berjudul "A Textual Commentary on the Greek New Testament" (terbitan United Bible Societies, corrected edition tahun 1975), Metzger menulis di pembukaan bukunya, ia menjelaskan ada dua kondisi yang selalu dihadapi oleh penafsir Bibel, yaitu (1) tidak adanya dokumen Bibel yang original saat ini, dan (2) bahan-bahan yang ada pun sekarang ini bermacam-macam, berbeda satu dengan lainnya.

Bahasa Yunani (Greek) adalah bahasa asal The New Testament. Melalui bukunya ini, Metzger menunjukkan rumitnya problema kanonifikasi teks Bibel dalam bahasa Yunani. Banyaknya ragam teks dan manuskrip menyebabkan keragaman teks tidak dapat dihindarkan. Hingga kini, ada sekitar 5.000 manuskrip teks Bibel dalam bahasa Yunani yang berbeda satu dengan lainnya. Cetakan pertama The New Testament bahasa Yunani terbit di Basel pada 1516, disiapkan oleh Desiderius Erasmus (ada yang menyebut tahun 1514 terbit The New Testament edisi Yunani di Spanyol). Karena tidak ada manuskrip Yunani yang lengkap, Erasmus menggunakan berbagai versi Bibel untuk melengkapinya. Untuk Kitab Wahyu (Revelation) misalnya, ia gunakan versi Latin susunan Jerome, Vulgate. Padahal, teks Latin itu sendiri memiliki keterbatasan dalam mewakili bahasa Yunani.

Dalam bukunya yang lain, The Early Versions of the New Testaments, Metzger mengutip tulisan Bonifatius Fischer, yang berjudul, "Limitation of Latin in Representing Greek". Dalam bukunya itu Fischer dikutip Metzger menulis, "Meskipun bahasa Latin secara umum sangat cocok untuk digunakan menerjemahkan dari bahasa Yunani, tetap saja ada bagian-bagian yang tak bisa diekspresikan dalam bahasa Latin."

Tahun 1519, terbit edisi kedua teks Bibel dalam bahasa Yunani. Teks ini digunakan olen Martin Luther dan William Tyndale untuk menerjemahkan Bibel dalam bahasa Jerman (1522) dan Inggris (1525). Tahun-tahun berikutnya banyak terbit Bibel bahasa Yunani yang berbasis pada teks versi Byzantine. Antara tahun 1516 sampai 1633 terbit sekitar 160 versi Bibel dalam bahasa Yunani. Dalam edisi Yunani ini dikenal istilah "Textus Receptus" yang dipopulerkan oleh Bonaventura dan Abraham Elzevier. Namun, edisi ini pun tidak jauh berbeda dengan 160 versi lainnya. Meskipun sekarang telah ada kanonifikasi, tetapi menurut Prof. Metzger, adalah mungkin untuk menghadirkan edisi lain dari The New Testament.

Jelas, fakta semacam itu tidak terpikir kaum Muslimin terhadap Al-Qur'an hingga kini. Apalagi kaum Muslim juga tidak mengalami problema bahasa Al-Qur'an. Mereka masih membaca Al-Qur'an dalam bahasa Arab dan beribadah dalam bahasa Arab, sesuatu yang tidak dapat dinikmati oleh kaum Kristiani pada umumnya. Misalnya, kaum Kristen di Sumatera Utara tidak bernyanyi puji-pujian dengan bahasa Yunani, bahasa asli Perjanjian Lama. Bagaimanapun telitinya, satu terjemahan pasti tidak akan mampu mengekspresikan bahasa asalnya dengan tepat. Apalagi, jika terjemahan itu sudah dilakukan ke berbagai bahasa. Ambil satu contoh ayat dalam Bibel, Kitab I Raja-Raja 11:1 dalam sejumlah versi Bibel ditulis sebagai berikut.

  • Versi LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) terbitan tahun 2000 ditulis: "Adapun Raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon, dan Het."
  • Dalam The Living Bible ditulis: "King Salomon married any other girls besides the Egyptian princess. Many of them came from nations where idols were worshipped -Moab, Ammon, Edom, Sidon, and from the Hittites."
  • Sedangkan Bible King James Version menulis: "But King Solomon loved many strange women, together with the daughter of Paharaoh, women of Moabites, Ammonites, Edomites, Zidonians, and Hittites."
  • Lain pula yang ada dalam versi The Bible Revised Standard Version: "Now King Solomon loved many foreign women; the daughter of Pharaoh, and Moabites, Ammonite, E'domite, Sido'niah, and Hittite women."
  • Dalam edisi Latin 'Vulgate', ditulis: "rex autem Salomon amavit mulieres alienigenas multas filiam quoque Pharaonis et Moabitidas et Ammanitidas Idumeas et Sidonias et Chettheas."

Perhatikan, bagaimana sejumlah versi Bibel menggunakan kata "mencintai" (loved/amavit), sedangkan The Living Bible menggunakan kata "married". Faktanya, Salomon memang mengawini wanita-wanita asing itu. Kejahatan Salomon versi Bibel digambarkan dalam Kitab 1 Raja-Raja 11:1-9, digambarkan perilaku Salomo yang tidak patut dilakukan oleh seorang nabi utusan Allah -dalam konsep Islam. Bagian dalam Bibel ini diberi judul "Salomo Jatuh ke dalam Penyembahan Berhala".

"(1) Adapun Raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon, dan Het. (2) Padahal tentang bangsa-bangsa itu Tuhan telah berfirman kepada orang Israel: "Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka. Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta. (3) Ia mempunyai tujuh ratus istri dan tiga ratus gundik; istri-istrinya itu menarik hatinya dari pada Tuhan. (4) Sebab pada waktu Salomo sudah tua, istri-istrinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada Tuhan, Allahnya, seperti Daud, ayahnya. (5) Demikianlah, Salomo mengikuti Asytoret, dewi orang Sidon, dan mengikuti Milkom, dewa kejijikan sembahan orang Amon, (6) dan Salomo melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, dan ia tidak dengan sepenuh hati mengikuti Tuhan, seperti Daud, ayahnya. (7) Pada waktu itu Salomo mendirikan bukit pengorbanan bagi Kamos, dewa kejijikan sembahan orang Moab, di gunung di sebelah Timur Yerusalem dan bagi Molokh, dewa kejijikan sembahan bani Amon. (8) Demikian juga dilakukannya bagi semua istrinya, orang-orang asing itu, yang mempersembahkan korban ukupan dan korban sembelihan kepada allah-allah mereka. (9) Sebab itu Tuhan menunjukkan murkanya kepada Salomo, sebab hatinya telah menyimpang dari pada Tuhan, Allah Israel, yang telah dua kali menampakkan diri kepadanya."

Fakta semacam ini tentu tidak mudah dipahami, sebab dalam konsepsi Bibel, penyembah berhala harus dijatuhi hukuman mati. Dalam Alkitab terbitan LAI, Kitab Ulangan 17:2-7 diletakkan di bawah judul "Hukuman Mati untuk Penyembah Berhala".

(2) Apabila di tengah-tengahmu di salah satu tempatmu yang diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, ada terdapat seorang laki-laki atau perempuan yang melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, Allahmu, dengan melangkahi perjanjian-Nya, (3) dan yang pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya, atau kepada matahari, atau bulan atau segenap tentara langit, hal yang telah Kularang itu; (4) dan apabila hal itu diberitahukan atas terdengar kepadamu, maka engkau harus memeriksanya baik-baik. Jikalau ternyata benar dan sudah pasti, bahwa kekejian itu dilakukan di antara orang Israel, (5) maka engkau harus membawa laki-laki atau perempuan yang telah melakukan perbuatan jahat itu keluar ke pintu gerang, kemudian laki-laki atau perempuan itu harus kau lempari dengan batu sampai mati. (6) Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati. (7) Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu."


KETIGA, PROBLEM TEOLOGI KRISTEN

Dr. C. Groenen Ofm, seorang teolog Belanda, mencatat, "Seluruh permasalahan kristologi di dunia Barat berasal dari kenyataan bahwa di dunia Barat, Tuhan menjadi satu problem." Setelah membahas perkembangan pemikiran tentang Yesus Kristus (Kristologi) dari para pemikir dan teolog Kristen yang berpengaruh, ia sampai pada kesimpulan bahwa kekacauan para pemikir Kristen di dunia Barat hanya mencerminkan kesimpangsiuran kultural di Barat. "Kesimpangsiuran itu merupakan akibat sejarah kebudayaan dunia Barat," tulis Groenen. Setelah membahas puluhan konsep para teolog besar di era Barat modern, Groenen memang akhirnya "menyerah" dan "lelah", lalu sampai pada kesimpulan klasik bahwa konsep Kristen tentang Yesus memang "misterius" dan tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.

Sepanjang sejarah peradaban Barat, terjadi banyak persoalan serius dalam perdebatan teologis. Di zaman Pertengahan, rasio harus disubordinasikan kepada kepercayaan Kristen. Akal dan filosofi di zaman Pertengahan tidak digunakan untuk mengritisi atau menentang doktrin-doktrin kepercayaan Kristen, tetapi digunakan untuk menglarifikasi, menjelaskan, dan menunjangnya. Sejumlah ilmuwan seperti Saint Anselm, Abelard, dan Thomas Aquinas mencoba memadukan antara akal dan teks Bibel. Sikap para ilmuwan dan pemikir abad Pertengahan digambarkan:

"Mereka tidak menolak berbagai keyakinan Kristen yang berada di luar jangkauan akal manusia dan karenanya tidak dapat ditelaah dengan argumen rasional. Sebaliknya, mereka tetap meyakini berbagai keyakinan semacam itu yang terdapat di ayat-ayat dan menerimanya dengan iman. Bagi para pemikir di zaman Pertengahan, akal tidak memiliki keberadaan yang independen tapi pada akhirnya harus mengakui standar kebenaran yang bersifat suprarasional dan di luar jangkauan manusia. Mereka ingin agar pemikiran logis diarahkan oleh batasan-batasan Kristen dan dituntun oleh otoritas skriptural dan keagamaan."

Problema yang kemudian muncul ialah ketika para ilmuwan dan pemikir diminta mensubordinasikan dan menundukkan semua pemikirannya kepada teks Bibel dan otoritas Gereja, justru pada kedua hal itulah terletak problem itu sendiri. Di samping menghadapi problem otentisitas, Bibel juga memuat hal-hal yang bertentangan dengan akal dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sejumlah ilmuwan mengalami benturan dengan Gereja dalam soal ilmu pengetahuan, seperti Galileo Galilei (1546-1642), dan Nicolaus Copernicus (1473-1543). Bahkan Giordano Bruno (1548-1600), pengagum Nicolaus Copernicus, dibakar hidup-hidup.

Jika para ilmuwan dipaksa tunduk kepada doktrin teologis yang mereka sendiri sulit memahaminya, tentu muncul benturan pemikiran. Padahal, konsepsi teologis Kristen -terutama fakta dan posisi ketuhanan Yesus- telah menjadi ajang perdebatan ramai di kalangan Kristen sepanjang sejarahnya. Kelompok-kelompok yang tidak menyetujui doktrin resmi Gereja dicap sebagai heretics dan banyak di antaranya yang diburu dan dibasmi. Contohnya adalah, satu kelompok yang bernama Cathary yang hidup di Selatan Perancis. Kelompok Cathary adalah penganut Catharism, satu kelompok heresy radikal di zaman Pertengahan. Cathary percaya karena daging adalah jahat, maka Kristus tidak mungkin menjelma dalam tubuh manusia. Karena itu, Kristus tidaklah disalib dan dibangkitkan. Dalam ajaran Cathary, Yesus bukanlah Tuhan, tapi Malaikat. Untuk memperhambakan manusia, tuhan yang jahat menciptakan gereja, yang mempertontonkan "sihirnya" dengan mengejar kekuasaan dan kekayaan. Ketika kaum ini tidak dapat disadarkan dengan persuasif, Paus Innocent III menyerukan kepada raja-raja untuk memusnahkan mereka dengan senjata, sehingga ribuan orang dibantai.

Doktrin teologi Kristen tidaklah tersusun di masa Yesus, tetapi beratus tahun sesudahnya, yakni pada tahun 325 M dalam Konsili Nicea. Adalah Kaisar Konstantin yang memelopori Konsili Nicea, yang menyatukan atau memilih teologi resmi Gereja. Konsili menjadikan Roma sebagai pusat resmi Christian orthodoxy. Kepercayaan yang berbeda dengan yang resmi dipandang sebagai heresy. Dalam konsili ini, aspek-aspek ketuhanan Yesus diputuskan melalui pemungutan suara (voting). Buku The Messianic Legacy, yang ditulis tiga orang pemikir Kristen, Michael Baigent, Richard Leigh, dan Henry Lincoln, mencatat, bahwa Kristen memang berutang pada Konstantin, tetapi tidak dapat dikatakan Konstantin sebagai seorang Kristen atau mengkristenkan Romawi. Cerita tentang 'konversi' Konstantin diperdebatkan. Ia tetaplah penganut paganisme. Tuhannya adalah Sol Invictus, Dewa Matahari kaum pagan. Paganisme juga menjadi agama resmi Romawi ketika itu. Buku ini menyebut pengaruh paganisme Konstantin terhadap Kristen. Tahun 321 M, keluar Edict yang menetapkan hari Minggu sebagai hari istirahat, Padahal sebelumnya, Kristen tetap menghormati hari Sabtu. Sampai abad ke-4, hari kelahiran Yesus diperingati pada 6 Januari. Tapi pada tradisi penyembahan Sol Invictus, hari terpenting adalah 25 Desember.

The Interpreter's Dictionary of the Bible menjelaskan bahwa istilah 'trinitas' merujuk pada pengertian: the coexistence of Father, Son, and Holy Spirit in the Unity of the Godhead. Istilah ini bukan merupakan istilah Biblical, tapi mewakili kristalisasi dari ajaran Perjanjian Baru. Dalam Matius 3:17 disebutkan: "Maka suatu suara dari langit mengatakan, 'Inilah anakku yang kukasihi. Kepadanya Aku berkenan.'" Juga, Lukas 4:41 menyebutkan bahwa Yesus itu adalah Anak Allah. Konsep Trinitas memang tidak mungkin dipahami dengan akal. Tokoh pemikir Kristen abad ke-13, Thomas Aquinas mengungkapkan dengan kata-kata, "Bahwa Tuhan adalah tiga dan satu hanya bisa dipahami dengan keyakinan, dan tidaklah mungkin hal ini bisa dibuktikan secara demonstratif dengan akal."

Sejak Konsili Nicea, problem serius dan kontroversialnya memang masalah "ketuhanan Yesus". Bagaimana menjelaskan kepada akal yang sehat bahwa Yesus adalah 'Tuhan' dan sekaligus 'manusia'. Apa yang disebut kaum Katolik sebagai "Syahadat Nicea", secara eksplisit mengutuk pemikiran Arius, seorang imam Alexandria yang lahir tahun 280 M. Arius -didukung sejemlah uskup- menyebarkan pemahaman bahwa Yesus bukanlah Tuhan yang tunggal, esa, transenden, dan tak tercapai oleh manusia. Yesus adalah "Firman Allah" yang secara metafor boleh disebut "Anak Allah" bukanlah Tuhan, tetapi mahluk, ciptaan, dan tidak kekal abadi. "Syahadat Nicea" menyatakan,

"Kami percaya pada satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa, Pencipta segala yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Dan pada satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah, Putra Tunggal yang dikandung dari Allah, yang berasal dari hakikat Bapa, Allah dari Allah, terang dari terang, Allah Benar dari Allah Benar, dilahirkan tetapi tidak diciptakan, sehakikat dengan Bapa, melalui dia segala sesuatu menjadi ada...."

Soal "Syahadat Katolik" juga menjadi perbincangan dan kontroversi hebat dalam sejarah Kristen. Konsili Efesus tahun 431 M melarang perubahan apapun pada "Syahadat Nicea", dengan ancaman kutukan Gereja (anathema). Namun, Konsili Chalsedon tahun 451 M mengubah "Syahadat Nicea". Kutukan terhadap Arius dihapuskan. Naskah syahadat Konsili Chalsedon berasal dari konsili lokal di Konstantinopel tahun 381 M. Sebab, naskah edisi tahun 325 M dianggap sudah tidak memadai untuk berhadapan dengan situasi baru. Kalangan teolog Kristen ada yang menyebut bahwa naskah tahun 381 M adalah penyempurnaan naskah tahun 325 M, tanpa mengorbankan disiplin teologisnya. Naskah syahadat itu di kalangan sarjana disebut "Syahadat dari Nicea dan Konstantinopel" disingkat N-C. Naskah syahadat N-C ini hingga sekarang masih menjadi naskah syahadat penting dari kebanyakan Gereja Kristiani. Namun, pada Konsili Toledo III di Spanyol tahun 589 M, Gereja Barat melakukan tambahan frasa "dan Putra", pada penggal kalimat "dan akan Roh Kudus ...yang berasal dari Bapa". Penambahan itu dimaksudkan untuk menekankan keilahian dan kesetaraan antara Putra dengan Bapa. Paus, yang mulanya menolak penambahan itu, akhirnya menerima dan mendukungnya. Namun Gereja Timur menolak karena menurut mereka penambahan tersebut melanggar Konsili Efesus. Penambahan itu kemudian menjadi penyebab utama terjadinya skisma -perpecahan- antara dua Gereja (Barat dan Timur) pada abad ke-11. Konsili Vatican II juga membuat perubahan kecil pada Syahadat N-C dengan mengganti kata pembuka "Aku percaya" menjadi "Kami percaya".


THE PASSION OF THE CHRIST

Hingga 2004, perdebatan seputar konsep teologi yang berpangkal pada konsep "ketuhanan" Yesus masih bisa disimak. Maraknya kontroversi terhadap film garapan Mel Gibson berjudul The Passion of the Christ pada awal 2004, menunjukkan bagaimana konsep seputar masalah teologi Kristen ini masih menjadi kontroversi hebat. Dalam teologi Kristen, peristiwa "penyaliban" (crucifixion) menjadi faktor mendasar, namun perdebatan seputar "siapa yang membunuh Yesus" masih berlangsung hebat. Film Gibson mendasarkan pada teks Bibel, Yahudi-lah yang harus bertanggung jawab terhadap terbunuhnya Yesus. Vatikan sendiri membela film Gibson dan menyatakan film itu sudah sesuai dengan Perjanjian Baru. Namun, Newsweek edisi 16 Februari 2004 menulis bahwa justru Bibel itu sendiri yang boleh jadi merupakan sumber cerita yang problematis. Jika Paus menyatakan film itu sesuai dengan apa adanya, sebagaimana paparan dalam Bibel, justru dalam film itu ditemukan berbagai penyimpangan dari cerita versi Bibel.

Namun, kontroversi seputar penyaliban Yesus itu memang terus berlangsung. John Dominic Crossan, profesor dalam Biblical Studies di DePaul University Chicago, menulis sebuah buku berjudul Who Killed Jesus? yang isinya membuktikan bahwa pemahaman tradisional terhadap terbunuhnya Yesus, yang digambarkan sebagai perbuatan kaum Yahudi sebagaimana dipaparkan dalam Perjanjian Baru bukan hanya salah tetapi juga berbahaya. Ia juga mempertanyakan berbagai teologis yang mendasar, seperti "benarkah Yesus mati untuk menebus dosa-dosa manusia?" Juga, "apakah keimanan kita sia-sia jika tidak ada kebangkitan tubuh Yesus?"

"Penyaliban" dan "Kebangkitan" adalah doktrin pokok dalam teologi Kristen. Namun justru di sinilah terjadi perdebatan seru di kalangan teolog Kristen. John Dominic Crossan menulis, bahwa cerita tentang kubur Yesus yang kosong adalah "satu cerita tentang Kebangkitan dan bukan kebangkitan itu sendiri." Cerita tentang Yesus, seperti tertera dalam Bibel, menurut Crossan, disusun sesuai dengan kepentingan misi Kristen ketika itu. Termasuk cerita seputar penyaliban dan kebangkitan Yesus. Itulah yang dibuktikan oleh Crossan melalui bukunya tersebut.

Perdebatan seputar Yesus bahkan pernah menyentuh aspek yang lebih jauh lagi, yakni mempertanyakan, apakah sosok Yesus itu benar-benar ada atau sekedar tokoh fiktif dan simbolik? Pendapat seperti ini pernah dikemukakan oleh Arthur Drews (1865-1935) dan seorang pengikutnya William Benjamin Smith (1850-1934). Bahkan, perdebatan seputar Yesus itu kadangkala sampai menyentuh aspek moralitas Yesus sendiri dalam aspek seksual. Martin Luther sendiri dilaporkan menyebutkan, bahwa Yesus berzina sebanyak tiga kali. Arnold Lunn, dalam bukunya, The Revolt Against Reason, (London: Eyre & Spottiswoode, 1950), hlm. 233, mencatat: "Weimer mengutip sebuah paragraf dari the Table-Talk, di mana Luther menyatakan bahwa Yesus Kristus berzina sebanyak tiga kali, pertama dengan seorang wanita di sumur, kedua dengan Maria Magdalena, dan ketiga dengan wanita pezina yang dilepasnya begitu saja. Jadi, bahkan Yesus Kristus yang begitu suci harus melakukan zina sebelum ia mati."

Bahkan, The Times, edisi 28 Juli 1967, mengutip ucapan Canon Hugh Montefiore, dalam konferensi tokoh-tokoh Gereja di Oxford tahun 1967:

"Para wanita adalah teman-temannya, namun yang dicintainya adalah para laki-laki. Fakta yang mengejutkan adalah ia tidak menikah, dan laki-laki yang tidak menikah biasanya punya salah satu dari tiga alasan: mereka tidak mampu melakukannya, tidak ada perempuan, atau mereka pada dasarnya homoseks."

Perdebatan seputar Yesus memang tidak berkesudahan. Padahal, di atas landasan 'Ketuhanan Yesus' inilah teologi Kristen ditegakkan. Pada awal-awal kekristenan, mereka ingin menonjolkan aspek ketuhanan Yesus. Tetapi, teolog-teolog modern kemudian ingin menonjolkan aspek kemanusiaan Yesus, mendekati gagasan Arius yang dulu dikutuk Gereja. Menyimak perdebatan tentang Yesus yang tiada henti itu, maka teolog Kristen seperti Groenen membuat teori "pokoknya", bahwa meskipun pemikiran kaum Kristen tentang Yesus Kristus berbeda-beda, tetapi Yesus tetap tidak berubah. "Yesus yang satu dan sama sejak awal diwartakan dan -menurut keyakinan Kristen harus diwartakan- "sampai ke ujung bumi" (Kis 1:8) dan "sampai ke akhir zaman" (Matius 28:20) kepada "segala mahluk" (Markus 16:15)." Menurut Groenen, iman memang membutuhkan pemahaman, tetapi iman mesti mendahului pemahaman dan selalu melampaui pemahaman. Teologi, kristologi, hanyalah sarana. Kristologi tidak membicarakan Yesus Kristus itu sendiri, tetapi pikiran orang tentang Yesus.

Memang, persoalannya bukan pada diri Yesus -yang memang hakikatnya tidak tergantung pada pemahaman manusia. Tetapi, yang jadi masalah bagi manusia adalah bagaimana memahami Yesus. Benarkah atau salahkah pemahamannya. Tuhan sendiri pada hakikatnya adalah Tuhan. Tidak berubah hakikat-Nya, apapun pemahaman manusia tentang Dia. Tetapi, bagaimana manusia memahami Tuhan, di situlah masalahnya. Jika pemahamannya salah, maka diapun menjadi salah, baik dalam pemikiran maupun tindakan.

Argumentasi Groenen semacam ini tentu sulit dipahami oleh kalangan teolog yang sejak dahulu kala berusaha merumuskan pemahaman tentang Yesus, namun tidak pernah mencapai titik temu. Kepelikan itu bisa dipahami, mengingat Yesus sendiri tidak pernah menyatakan bahwa dia adalah Tuhan. Paul Young mencatat bahwa seluruh penulis Perjanjian Baru menekankan hakikat kemanusiaan Yesus. Ia lapar, haus, dan lelah, sebagaimana manusia lainnya. Ia juga punya emosi, bisa sedih dan senang. Tetapi, beratus tahun kemudian, Yesus dirumuskan dan disembah sebagai Tuhan. "Yesus ini, seorang manusia asli, menjadi fokus peribadatan Kristen. Bentuk peribadatan yang sangat berbeda dengan agama-agama besar dunia yang lain," tulis Young. Tentang kepelikan seputar "misteri Yesus", Mark Twain membuat sindiran: "Bukan bagian-bagian Bibel yang tak bisa kupahami yang membuatku resah, melainkan justru bagian-bagian Bibel yang bisa kupahami."

Problem teologi Kristen, problem teks Bibel, dan juga pengalaman Barat terhadap hegemoni Gereja selama ratusan tahun telah membentuk sikap traumatis mereka terhadap agama. Dari sinilah muncul paham sekularisasi -yang meskipun tidak membunuh agama, tetapi menempatkan agama pada pojok kehidupan yang sempit. Agama ditempatkan dalam wilayah personal dan membatasi wilayah kekuasaan mereka. Tak hanya itu, mereka juga melakukan proses liberalisasi dan dekonstruksi besar-besaran terhadap berbagai doktrin Kristen. Dalam bidang sosial-politik mereka lahirkan konsep sekularisme yang menemukan aplikasi penting pasca Revolusi Perancis pada tahun 1789. Dalam bidang teologi, mereka mengembangkan konsep teologi inklusif dan pluralis yang menolak klaim Kristen sebagai satu-satunya agama yang benar. Dalam bidang organisasi keagamaan, mereka menghantam konsep "formal religion" dan mengembangkan konsep agama sebagai aktivitas. Dalam bidang kajian Kitab Suci, mereka mengembangkan 'hermeneutika' yang mendekonstruksi konsep Bibel sebagai "The Word of God" dan mengembangkan metode historical criticism terhadap Bibel.

Melalui dominasi dan hegemoninya, Barat berusaha mengglobalkan konsep-konsep keilmuan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang pemikiran Islam. Proses liberalisasi dan sekularisasi di berbagai bidang yang terjadi di dunia Islam tidak lain adalah bagian dari globalisasi yang berangkat dari pengalaman dan realita Barat dengan berbagai unsur yang membentuknya, seperti tradisi Judeo-Christian, tradisi Yunani, dan unsur-unsur suku bangsa Eropa. Sebagai satu peradaban besar yang masih eksis hingga kini, Islam memiliki banyak perbedaan fundamental dengan peradaban Barat.

Jika perbedaan konsepsi dan sejarah antara teologi Kristen dengan Islam, benar-benar dikaji secara cermat, seyogianya tidak perlu ada kalangan Muslim yang latah menyebarkan paham sekularisme, pluralisme agama, metode kajian Bibel untuk Al-Qur'an dan sebagainya. Penjiplakan yang membabi buta terhadap tradisi Kristen-Yahudi -hanya karena terpesona oleh kemajuan fisik peradaban Barat- bisa dikatakan sama dengan upaya bunuh diri (masuk ke lubang biawak) bagi Islam. Jika peradaban Barat kemudian mengembangkan dan memaksakan paham destruktif terhadap agama ini agar dianut oleh pemeluk agama-agama yang lain, dapatlah dimaklumi. Sebab, peradaban Barat pada hakikatnya memang "emoh agama" atau "anti-agama". Muhammad Asad (Leopold Weiss) mencatat, peradaban Barat modern hanya mengakui penyerahan manusia kepada tuntutan-tuntutan ekonomi, sosial, dan kebangsaan. Tuhannya yang sebenarnya bukanlah kebahagiaan spiritual melainkan keenakan, kenikmatan duniawi. Mereka mewarisi watak nafsu untuk berkuasa dari peradaban Romawi kuno. Konsep "keadilan" bagi Romawi adalah "keadilan" bagi orang-orang Romawi saja. Sikap semacam itu hanya mungkin terjadi dalam peradaban yang berdasarkan pada konsep hidup yang hanya berkiblat pada materialistik. Asad menilai, sumbangan agama Kristen terhadap peradaban Barat sangatlah kecil. Bahkan, saripati peradaban Barat itu sendiri sebenarnya 'irreligious'. Ia menulis, "...jadi karakteristik peradaban Barat modern, tidak bisa diterima baik oleh Kristen maupun oleh Islam atau oleh agama lainnya, karena inti sejati peradaban itu bersifat kosong-agama."

Karena itu, sungguh sulit dipahami dengan akal sehat, jika banyak cendekiawan Muslim yang latah dan ikut-ikutan perilaku Barat dalam "membunuh agama" mereka. Jika mereka "masuk ke lubang biawak", mengapa kaum Muslim harus mengikuti mereka?


Sumber: Wajah Peradaban Barat; Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal dengan editan

Selasa, 15 Februari 2011

Mustahil Kristen dapat Menjawabnya

Yesus adalah seorang nabi yang diutus oleh Allah untuk menyelamatkan bangsa Israel dari jurang kehancuran. Beliau selalu menegakkan hukum Taurat Musa dan tidak pernah mengubahnya sedikitpun.

Tetapi kemudian ajaran Yesus yang selalu mengamalkan ajaran Nabi Musa, ternyata dicampuradukkan dengan ajaran dan dogma dari pagan (agama penyembah berhala) kuno yang sangat bertentangan dengan agama Tauhid yang dibawa oleh Nabi Adam, Abraham (Ibrahim), Musa, dan Isa (Yesus).

Banyak sekali dogma Kristen tidak berdasar pada kitab sucinya. Meskipun pendiri Kristen menciptakan ayat-ayat palsu untuk menopang dogma tersebut, dunia tidak dapat dibohongi lagi. Di antara dogma dusta itu: Kebangkitan Yesus, Perayaan Natal, halalnya babi dan lain-lain.

H. Insan L.S Mokoginta mengajukan 11 (sebelas pertanyaan) berkaitan dengan ajaran Kristen. Bahkan untuk pertanyaan tentang Kebangkitan Yesus dalam Lukas 24:44-46, penulis menantang dengan sangat serius bagi siapa saja dan dari golongan agama mana saja untuk dapat menjawabnya.

PERTANYAAN PERTAMA

Mana pengakuan Yesus di dalam Bibel bahwa dia beragama Kristen?

Semua pengikut Yesus pasti mengakui bahwa mereka beragama Kristen. Tetapi apakah ada di antara mereka dapat membe­rikan bukti atau menunjukkan ayat-ayat yang tertulis di dalam Bibel bahwa Yesus beragama Kristen?

Pertanyaan seperti itu tampak sepele atau main-main, padahal kami benar-benar serius dan akan menepati janji bila ada diantara umat Kristiani atau dari agama manapun yang bisa memberikan bukti berupa ayat-ayatnya yang tertulis dalam Bibel tentang pengakuan Yesus bahwa dia beragama Kristen.

Jika Yesus ternyata bukan beragama Kristen, lalu apa nama agama Yesus yang sebenarnya? Siapa yang dapat menun­jukkan bukti atau menunjukkan ayat-ayat yang benar-benar tertulis di dalam Bibel, pengakuan Yesus bahwa dia beragama Kristen?

Banyak umat Kristiani tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Yesus bukan beragama Kristen dan yang menamakan agama itu `Kristen' bukan Yesus, tapi Barnabas dan Paulus (Saulus) di Antiokhia. Perhatikan ayat-ayat Bibel dibawah ini:

"Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan. Lalu pergilah Barnabas ke Tarsus untuk mencari Sauius; dan setelah bertemu dengan dia, ia membawanya ke Antiokhia. Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhia-lah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." (Kis 11:23-26)

Ayat diatas membuktikan bahwa yang menamakan agama itu Kristen bukan Yesus, tetapi Barnabas dan Paulus.

Seumur hidupnya Yesus tidak pernah tahu kalau agama yang dibawanya dinamai Kristen, sebab nama Kristen itu baru muncul jauh setelah Yesus mati. Timbul pertanyaan; kalau begitu kapan Yesus mati dan kapan agama yang dibawanva dinama Kristen? Menurut data yang kami baca dalam beberapa buku yang ditulis oleh kalangan Kristen sendiri, di antaranya dalam buku "Religions on File", Yesus lahir sekitar tahun 4 SM (Sebelum Masehi) dan wafat sekitar tahun 29 M (Masehi). Semen­tara Paulus dan Barnabas memberi nama Kristen terhadap agama yang mereka bentuk, yaitu sekitar tahun 42 M. Ini berarti sekitar 13 tahun (42-29=13) setelah Yesus mati, baru muncul agama Kristen bentukan Barnabas dan Paulus.

Di dalam kitab suci agama Islam yaitu Al-Qur'an, tidak dijumpai satupun kata Kristen, yang ada kata "Nashara" karena Yesus berasal dari kota Nazareth. Dan pengikut ajaran Yesus disebut "Nashrani" bukan Kristen. Bahkan di dalam Bibel itu sendiri, kata Kristen hanya disebutkan paling banyak 6 (enam) kali, yaitu pada Kis 11:26, Kis 26:28, Rm 16:7, 1 Kor 9:5, 2 Kor 12:2 dan 1 Ptr 4:16.

PERTANYAAN KEDUA

Mana ajaran Yesus ketika berumur 13 sampai 29 tahun?

Tidak semua umat Kristiani mengetahu: bahwa cerita atau kisah tentang diri Yesus di dalam Bibel ada banyak yang hilang. Bahkan yang hilang itu, tidak tanggung­-tanggung, yaitu lebih dari separuh umur Yesus sendiri.

Hampir dapat dipastikan, sebagian besar umat Kristiani yakin dan percaya bahwa Yesus mati pada usia sekitar 33 (tiga puluh ­tiga) tahun. Sementara di dalam Bibel, yang tertulis hanya kisah Yesus sejak dia dilahirkan sampai berumur 12 (dua belas) tahun, lalu menghilang ketika berumur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 29 (dua puluh sembilan) tahun, kemudian muncul lagi pada usia 30 (tiga puluh) tahun, dan mati pada usia 33 (tiga puluh tiga) tahun.

Hilangnya kisah Yesus ketika beliau berumur 13 s/d 29 tahun, berarti selama 17 (tujuh belas) tahun kisah Yesus tidak ada atau hilang dan tidak tercatat di dalam Bibel.

Jika Yesus mati pada usia 33 tahun, sementara kisahnya ada yang hilang selama 17 tahun, berarti yang masuk ke dalam Bibel hanyalah kisah Yesus selama 16 tahun saja. Yesus dipercayai oleh umat Kristiani sebagai "Firman Yang Hidup". Kalau begitu berarti ada sebagian besar atau lebih dari separuh umurnya ada "Firman Yang Hilang". Bayangkan saja, 17 tahun adalah lebih separuh umurnya Yesus, hilang atau tidak tercatat dalam Bibel. Padahal pada usia 13 s/d 29 tahun merupakan usia Yesus ketika remaja menuju dewasa, di mana sudah barang tentu banyak sekali hal-hal atau peristiwa yang lebih berguna dan lebih besar yang mungkin saja beliau lakukan, tetapi tidak tercatat di dalam Bibel. Jadi sangatlah beralasan sekali bahwa Bibel itu dikatakan tidak komplit atau sempurna, karena banyak bagian-bagian atau sisi-sisi lain yang pernah Yesus lakukan atau perbuat, tetapi tidak dicatat oleh para penulis Bibel, karena kehilangan jejak atau kisahnya benar-benar hilang. Seandainya jika murid-murid Yesus yang 12 orang itu selalu mengikuti kemana saja Yesus berdakwah, tentu apa yang beliau lakukan atau sabdakan selama 17 tahun, mereka tulis dalam Bibelnya bukan?

Timbul pertanyaan:

Apakah yang dilakukan Yesus selama berumur 13 sampai dengan 29 tahun?
1. Menerima dan menulis wahyu Allah (mana dan apa saja bunyi wahyu tersebut?)
2. Mengajar dan berdakwah kemana-mana (apa saja yang diajarkannya)
3. Menulis Bibel yang difirmankan kepada­nya (Bibel yang mana? Kan tidak ada Bibel Yesus bukan?)
4. Membantu ibunya Maryam (memasak dan mencuci? rasanya tidak mungkin)
5. Tidak berbuat apa pun, hanya menunggu firman (Tuhan koq nganggur, pasif?)
6. Menikah/berumahtangga (mungkin saja, tapi tidak tercatat karena kisahnya selama 17 tahun hilang)
7. Membantu ayahnya Yusuf sebagai tukang kayu (Tuhan jadi tukang kayu?)
8. Nganggur saja, makan, tidur, tidak melakukan kegiatan apa pun (Tuhan koq nganggur, tidak berkarya?)
9. Pergi mengembara (kemana saja pergi­nya, dan apa yang dilakukannya?)
10. Kembali kepada Bapanya selama 17 tahun lalu turun lagi ke bumi (mana buktinya?)

Bukti-bukti Yesus berdakwah ketika berusia 12 dan 30 tahun:

"Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu." (Lukas 2:42)

"Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur' kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, la adalah anak Yusuf, anak Eli...." (Lukas 3:23)

Lukas 2:42 diatas itu menceritakan kisah Yesus ketika dia memulai berdakwah dan mengikuti kajian yang disampaikan para alim ulama di dalam Bait Allah (Luk 2:46-49). Kemudian kisah beliau hilang sama sekali ketika dia berumur 13 s/d 29 tahun, dan baru muncul kembali ketika beliau berumur 30 tahun, seperti yang tertulis dalam Bibel Lukas 3:23 tersebut diatas.

Lukas 3:23 memberikan bukti kemun­culan Yesus pada usia 30 tahun, kemudian beliau wafat dalam usia sekitar 33 tahun.

Oleh sebab itu, adakah umat Kristiani atau siapa pun yang bisa memberi­kan bukti-bukti tertulis dalam Bibel tentang kisah Yesus ketika beliau berumur sekitar 13 s/d 29 tahun, yaitu ketika beliau memasuki usia remaja sampai dewasa?

Mungkin banyak sekali saudara­-saudara kita yang beragama Nasrani tidak menyangka dengan pertanyaan yang kelihatannya sepele, tetapi sebenarnya sangat berarti bagi keimanan dan kehidupan beragama, karena hal tersebut menyangkut keselamatan di dunia dan akhirat.

Jika kami sebagai umat beragama Islam sangat mengritisi kandungan Bibel, hal itu wajar-wajar saja, sebab Al-Qur`an banyak memberikan informasi tentang keberadaan Yesus (Nabi Isa), Taurat, Zabur dan Bibel itu sendiri, yang semua itu merupakan bagian dari keimanan kami, bahkan termasuk salah satu rukun iman bagi setiap Muslim di seluruh dunia ini.

Nah seharusnya umat Kristiani yang lebih pantas mengritisi kandungan kitab sucinya bukan?

PERTANYAAN KETIGA

Pernahkah Yesus Mengatakan: "Akulah Allah Tuhanmu, maka sembahlah Aku saja"

Pertanyaan yang ketiga ini sangat menantang bagi semua pihak, terutama bagi umat Kristiani karena hampir semua umat Kristiani, rasanya tidak ada yang tidak menyembah kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Mulai dari anak kecil, dewasa dan orangtua, mereka semua diajarkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang harus disembah. Padahal setelah kami pelajari, kaji dan dalami, ternyata tidak ada satu dalilpun di dalam Bibel itu sendiri dimana Yesus pernah bersabda bahwa, "Akulah Allah Tuhanmu, maka sembahlah aku saja." Tidak ada!! Yang ada justru Yesus bersabda, "Sembahlah Allah Tuhanmu dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti."

Ucapan atau sabda Yesus tersebut memberikan suatu pengertian kepada kita bahwa Yesus itu bukan Tuhan atau Allah yang harus disembah, karena dia hanyalah seorang nabi atau rasul.

Untuk lebih jelasnya marilah kita simak kisah di dalam Bibel yaitu pada Kitab Matius 4:8-10, yaitu ketika Yesus dicoba oleh Iblis sebagai berikut:

"Dan Iblis membawanya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memper­lihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada­Nya: 'Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku.' Maka berkatalah Yesus kepadanya: 'Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!'" (Matius 4:8-10)

Ayat-ayat tersebut adalah seputar kisah tentang percobaan di padang gurun ketika Yesus akan dicoba Iblis. Sebelumnya Iblis mencoba Yesus dengan menyuruh membuat batu-batu jadi roti, namun tidak berhasil, kemudian percobaan kedua Iblis menyuruh Yesus jatuhkan dirinya dari atas bubungan Bait Allah, namun tidak berhasil. Terakhir Iblis membawa Yesus ke puncak gunung yang tinggi dan menawarkan untuk diberikan kepada Yesus semua kerajaan dunia ini dan kemegahannya, asalkan Yesus mau sujud menyembah kepadanya.

Pada percobaan yang ketiga inilah Yesus menghardik Iblis tersebut seraya berkata, "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!'"

Dari ucapan Yesus tersebut dapat kita pahami:

1. Iblis mengetahui bahwa Yesus mengajarkan Tauhid, yaitu menyembah hanya kepada Allah saja (laa ilaaha ilallaah).
2. Terhadap Iblis saja Yesus perintahkan bahwa menyembah dan berbakti itu hanyalah kepada Allah saja, bukan lainnya, bukan juga pada dirinya.
3. Iblis mengetahui bahwa Yesus itu bukan Tuhan, sebab jika Yesus itu Tuhan, tentu kata­-kata Yesus sebagai berikut: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah aku Tuhan, Allahmu, dan hanya kepadaku sajalah engkau berbakti!"

Yesus sendiri yang memberikan kesak­sian bahwa menyembah dan berbakti itu, hanyalah kepada Allah, bukan kepada dirinya, mengapa justru Yesus itu yang dijadikan sesembahan oleh umat Kristiani?

Dalam kitab suci Al-Qur'an Nabi Isa as. (Yesus) juga mengajarkan Tauhid, yaitu menyembah itu hanya kepada Allah saja, bukan kepada yang lainnya, bukan juga kepada dirinya. Perhatikan ucapan Nabi Isa as. (Yesus) dalam Al-Qur'an:

"Sesungguhnya Allah Dialah Tuhanku dan Tuhan kamu, maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus."

Bahkan dalam kitab Taurat Musa Ulangan 6:4, dikatakan bahwa Tuhan itu Esa:

"Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!"

Berdasarkan Taurat, Bibel, dan Al-Qur'an, Tuhan yang disembah itu adalah Tuhan yang Esa, bukan Yesus yang disembah. Bahkan Yesus sendiri menyuruh menyem­bah hanya kepada Allah yang dia sembah.

Oleh sebab itu untuk pertanyaan yang ketiga ini, adakah siapapun yang menemukan ayat dalam Bibel, dimana Yesus mengatakan kepada para pengikutnya, "Akulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah aku saja."?

Seandainya tidak menemukannya berarti Yesus tidak pernah mengajarkan kepada umatnya bahwa dia adalah Tuhan atau Allah itu sendiri, yang harus disembah.

Menyamakan Yesus dengan Tuhan atau Allah, adalah suatu perbuatan dosa, sebab baik Yesus maupun Allah, tidak mengajarkan seperti itu. Bahkan di dalam Bibel itu sendiri, Allah melarang siapa saja yang, menyamakan Dia dengan yang lainnya. Perhatikan ayat Bibel sebagai berikut:

"Kepada siapakah kamu hendak menyamakan Aku, hendak membandingkan dan mengumpamakan Aku, sehingga kami sama?" (Yesaya 46: 5)

PERTANYAAN KEEMPAT

Pernahkah Yesus Mengatakan: "Akulah yang mewahyukan Bibel, Aku pula yang menjaganya"

Semua umat Kristiani meyakini bahwa Bibel itu 100% firman Allah. Menurut mereka, para penulis Bibel itu semuanya diilhami oleh Roh Kudus ketika mereka menulis kitab tersebut. Kalau memang Bibel itu benar-benar 100% firman Allah, tentu didalam Bibel itu ada pernyataan dari Allah bahwa Dia-lah yang mewahyukan Bibel itu dan Dia pula yang menjaganya. Oleh sebab itu sangatlah wajar jika ada yang mempertanyakan mana dalilnya firman Allah di dalam Bibel yang mengatakan, "Akulah yang mewahyukan Bibel, dan Aku pula yang menjaganya."

Jika pertanyaan seperti itu diajukan kepada Al-Qur'an, maka Al-Qur'an bisa memberikan kesaksian dan bisa berbicara bahwa dia benar-benar dari Allah. Tetapi bagaimana bila pertanyaan tersebut ditujukan kepada Bibel?

Alkitab yang diantaranya terdiri dari Taurat, Zabur dan Bibel, adalah nama-nama kitab suci yang banyak disebutkan oleh Al-Qur'an. Bahkan umat Islam wajib mengi­maninya karena kitab-kitab tersebut adalah kitab-kitab yang pernah Allah turunkan ke dunia ini. Taurat kepada Nabi Musa, Zabur kepada Nabi Daud, dan Bibel kepada Nabi Isa. Karena Al-Qur'an banyak menyebut-nyebut kitab-kitab tersebut, maka kami umat Islam juga mempelajari, apakah kitab-kitab yang dimaksud Al-Qur'an itu ialah seperti yang ada sekarang ini di tangan umat Kristiani. Dalam mempe­lajarinya, kami justru menemukan begitu banyaknya ayat-ayat yang jelas-jelas berasal dari penulis kitab itu sendiri maupun orang lain, seperti contoh dibawah ini:

"Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah." (Roma 1:1)

"Dari Paulus, seorang rasul, bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan AIIah, Bapa, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati,...." (Galatia 1:1)

"Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa peristiwa yang telah ......." (Lukas 1:1)

"Hai Teofilus, dalam bukuku yang pertama aku menulis rentang segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus,...." (Kisah Rasul 1:1)

"Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus, kepada kedua belas suku di perantauan." (Yakobus 1:1)

"Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil....... " (1 Petrus 1: 1)

"Dari penatua kepada Ibu yang terpilih dan anak-anaknya yang benar-benar aku kasihi. Bukan aku saja yang mengasihi kamu, tetapi juga semua orang yang telah mengenal kebenaran..... " (2 Yohanes 1:1)

"Dari Yudas, hamba Yesus Kristus dan saudara Yakobus, kepada mereka, yang terpanggil, yang dikasihi dalam Allah Bapa,....." (Yudas 1:1)

Contoh dari semua ayat-ayat Bibel tersebut jelas sekali itu berasal dari si penulis kitab itu sendiri. Siapapun yang membacanya, akan mengatakan bahwa itu tulisan si penulisnya. Makanya tidaklah keliru jika dikatakan bahwa Bibel itu adalah kitab Ilahi, dan kitab Insani karena di dalamnya bercampur antara firman Allah dan tulisan manusia. Dan hal itu merupakan suatu bukti yang tidak mungkin terbantahkan. Dalam meneliti, mempelajari, dan mendalami kandungan Bibel, kami tidak menemukan adanya ayat yang menjamin bahwa Bibel itu benar-benar diturunkan oleh Allah dan Dia yang menjaganya. Karena itu adakah bagi siapapun yang bisa memberikan bukti tertulis di dalam Bibel apabila ada ayat yang berbunyi: "Akulah yang mewahyukan Bibel, dan Aku pula yang menjaganya."?

Berbeda dengan Al-Qur'an, yang bisa bersaksi dan berbicara dari dirinya sendiri bahwa dia benar-benar berasal dari Allah. Bukan hanya satu ayat, tetapi ada sekian banyak ayat Al-Qur'an yang memberikan kesaksian bahwa dia berasal dari Allah. Perhatikan ayat-ayat sebagai berikut:

"Alif laam raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang nyata. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya berupa Al-Qur’an berbahasa Arab agar kamu memahaminya."

"Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an, dan yang diturunkan kepada engkau dari Tuhanmu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman." (QS. ar-Ra’du: 1)

"Alif laam raa, (inilah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya engkau mengeluarkan manusia dari gelap kepada terang dengan izin Tuhan mereka ke jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji." (QS. Ibraahim: 1)

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami pula yang memeliharanya." (QS. al-Hijr: 9)

PERTANYAAN KELIMA

Mana perintah Yesus atau Tuhan untuk beribadah pada hari Minggu?

Pertanyaan ini mungkin agak aneh dan bahkan dianggap sepele atau main-main saja. Padahal ini merupakan salah satu pertanyaan serius yang perlu dipikirkan, perlu diperhatikan, dan perlu dipertanyakan, karena menyangkut ritual yang secara terus menerus atau continue dilakukan dan diamalkan oleh hampir seluruh umat Kristiani di dunia.

Melakukan ritual ibadah wajib secara terus menerus tanpa dalil atau perintah dari Allah, merupakan ibadah yang sia-sia. Padahal apa yang dilakukan itu akan diminta pertanggungjawaban dihadap Allah. Oleh sebab itu wajarlah jika kita tinjau kembali, apakah yang kita lakukan selama ini benar-benar punya dalil atau dasar yang kuat dari kitab suci kita, ataukah itu hanya berasal dari perintah manusia biasa atau pendapat para pemim­pin agamanya, kemudian mewajibkan para pengikutnya untuk melakukannya.

Kalau hal seperti itu yang terjadi, kemudian diikuti oleh para pengikutnya, maka itu berarti yang kita ikuti adalah ajaran manusia, bukan ajaran Allah. Contohnya, beribadah atau masuk gereja pada hari Minggu, ternyata tidak ada satu dalil pun didalam Bibel yang menyuruh beribadah atau menjadikan hari Minggu sebagai hari yang harus dipelihara, disucikan, atau dikuduskan. Oleh sebab itu, adakah bagi siapa saja yang bisa memberikan dalil yang tertulis dalam Bibel bahwa ada perintah dari Allah untuk mengkuduskan, menyucikan atau menjadikan sebagai hari peristirahatan?

Sebenarnya jika benar-benar mengikuti firman Allah dalam Bibel, maka hari peribadatan itu ialah hari Sabat (Sabtu) bukan Minggu! Hari inilah (Sabat) yang ada dalilnya dalam Bibel, bahkan perintah untuk memelihara, menjaga dan mengku­duskannya, jelas sekali ada tertulis di dalam Bibel itu sendiri. Apalagi yang menulis perintah untuk mengkuduskan hari Sabat adalah Allah itu sendiri, yang telah meno­reh diatas kedua loh batu.

Bahkan kedua loh batu tersebut ditulis dengan jari tangan Allah sendiri, lalu Dia sendiri yang menyerahkan kepada Nabi Musa as. untuk disampaikan dan diajarkan kepada kaumnya. Simak ayat firman Allah dalam Bibel sebagai berikut:

"Setelah itu berpalinglah Musa, lalu turun dari gunung dengan kedua loh hukum Allah dalam tangannya, loh-loh yang bertulis pada kedua sisinya; bertulis sebelah-menyebelah. Kedua loh itu ialah pekerjaan Allah dan tulisan itu ialah tulisan Allah, ditukik pada loh-loh itu." (Ke132:15-16)

Sungguh ironis sekali, ternyata perin­tah Allah untuk menjaga, memelihara dan menguduskan hari Sabat, ternyata dilang­gar dan juga tidak dipatuhi lagi oleh hampir semua umat Kristiani di dunia, kecuali sebagian kecil sekte Advent.

Padahal kalau kita baca dalam Bibel, ternyata ada ancaman yang sungguh mengerikan, yaitu ancaman hukuman mati bagi mereka yang tidak memelihara dan yang melanggar kekudusan hari Sabat. Coba kita simak ancaman Allah bagi yang tidak memelihara dan mengkususkan hari Sabat.

"Berfirmanlah Tuhan kepada Musa: 'Katakanlah kepada orang Israel, demikian: Akan tetapi hari-hari Sabat-Ku harus kamu pelihara, sebab itulah peringatan antara Aku dan kamu, turun-temurun, sehingga kamu mengetahui, bahwa Akulah Tuhan, yang menguduskan kamu. Haruslah kamu pelihara hari Sabat, sebab itulah hari kudus bagimu; siapa yang melanggar kekudusan hari Sabat itu, pastilah ia dihukum mati, sebab setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari itu, orang itu harus dilenyapkan dari antara bangsanya.'" (Ke131:12-14)

Yang lebih menarik lagi yaitu, ternyata Yesus seumur hidupnya tidak pernah menguduskan hari Minggu. Seumur hidupnya Yesus selalu menguduskan hari Sabat dan setiap mengajar selalu pada hari Sabat. Yesus tidak pernah sekalipun menganjurkan untuk beribadah atau menguduskan hari Minggu.

Perhatikan hari apa yang Yesus kudus­kan di dalam Bibel, hari Sabtu atau hari Minggu?

Lukas 4:16, "Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat (Sabtu) la masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab."

Markus 1:21, "Mereka tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar."

Markus 6:2, "Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang ' besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?"

Lukas 4:16, "Ia (Yesus) datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan­-Nya pada hari Sabat la masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Al kitab."

Lukas 4:31, "Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat."

Lukas 6:6, "Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya."

Lukas 13:10, "Pada suatu kali Yesus sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat."

Masih banyak ayat-ayat lainnya di mana Yesus memelihara dan menguduskan hari Sabat, tapi dari 7 (tujuh) ayat tadi saja, sudah lebih dari cukup memberikan bukti­-bukti kepada kita bahwa sesungguhnya menurut Bibel, hari yang diperintahkan untuk diibadati, dipelihara, dan dikudus­kan adalah hari Sabat (Sabtu) bukan Minggu!!

Yesus tetap memelihara dan menguduskan Sabat, sebab dia yakin bahwa apa yang Allah tetapkan untuk berlaku kekal, tidak mungkin dibatalkan olehnya. Yesus sangat yakin dengan janji Allah bagi yang memelihara hari Sabat.

Mari kita renungkan janji Allah bagi yang memelihara dan mengkuduskan hari Sabat.

"Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan urusanmu pada hari kudus-Ku; apabila engkau menyebutkan hari Sabat "hari kenikmatan", dan hari kudus Tuhan "hari yang mulia”; apabila engkau menghormatinya dengan tidak menjalankan segala acaramu dan dengan tidak mengurus urusanmu atau berkata omong kosong, maka engkau akan bersenang-senang karena Tuhan, dan Aku akan membuat engkau melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan; Aku akan memberi makan engkau dari milik pusaka Yakub, bapa leluhurmu, sebab mulut Tuhan-lah yang mengatakannya." (Yesaya 58:13-14)

Bukankah ayat-ayat tersebut memberi­kan bukti bahwa sesungguhnya tidak ada satu perintah di dalam Bibel masuk geieja hari Minggu atau menguduskan hari Minggu. Bahkan seumur hidup Yesus hanya beribadah pada hari Sabat (Sabtu) bukan Minggu. Ternyata hari Minggu dikuduskan karena menurut pendapat pemuka agamanya hari itu Yesus bangkit dari kuburnya.

Sekarang bagaimana dengan hari Minggu? Apakah ada perintah atau jaminan berkat bagi mereka yang menguduskan hari Minggu?

  1. Allah tidak berhenti bekerja pada hari Minggu.
  2. Allah dan juga Yesus tidak pernah memberkati hari Minggu.
  3. Tidak ada hukum yang menyuruh memelihara hari Minggu.
  4. Yesus tidak pernah memberkati hari Minggu.
  5. Hari Minggu tidak pernah dikuduskan oleh Allah maupun Yesus.
  6. Tidak ada pelanggaran hukum jika bekerja pada hari Minggu.
  7. Tidak ada satu ayatpun dalam Bibel yang melarang bekerja pada hari Minggu.
  8. Tidak ada berkat yang dijanjikan bagi mereka yang memelihara hari Minggu.
  9. Hari Minggu tidak pernah disebutkan dalam Bibel sebagai hari ibadah bagi umat Kristiani.
  10. Tidak pernah hari Minggu disebut sebagai hari perhentian.
  11. Yesus tidak pernah menyinggung tentang hari Minggu.
  12. Kata "Hari Minggu" bahkan tidak pernah muncul dalam Bibel, kecuali disebut "pekan pertama minggu itu", tapi bukan "Hari Minggu" dan hanya sekali disebutkan yaitu pada Kis 20:7, itu pun hanya pertemuan dimalam hari, yaitu Sabtu malam.
  13. Para nabi dan orang terdahulu tidak pernah memelihara hari Minggu.
  14. Tidak ada ayat dalam Bibel tentang pengubahan Sabat jadi hari Minggu.
  15. Tidak pernah Tuhan maupun Yesus berfirman bahwa ada dua hari Sabat yang dikuduskan dalam seminggu, yaitu hari Sabtu dan Minggu.
  16. Tidak ada satupun perintah di dalam Bibel yang menyuruh merayakan "hari kebangkitan" Yesus sebagai pengganti hari Sabat.
  17. Tidak pernah Tuhan berfirman bahwa "hari kebangkitan" Yesus harus dikuduskan seperti hari Sabat.
  18. Seumur hidupnya, Yesus hanya ber­ibadah pada hari Sabat.
  19. Tidak ada seorang nabipun di dalam Bibel yang pernah menyuruh menguduskan hari Minggu.
  20. Seumur hidupnya, tidak sekali pun keluar dari mulut atau bibir Yesus tentang hari Minggu dan lain-lain.
Berdasarkan 20 alasan tersebut, maka dapatlah dipastikan bahwa sesungguhnya tidak ada satu dalilpun dalam Bibel untuk menguduskan hari Minggu! Ternyata hari Minggu hanyalah hari yang diperintahkan oleh pengemuka agama Kristen hanya karena dianggap penting karena Yesus bangkit pada hari Minggu. Padahal tidak ada satu dalilpun di dalam Bibel itu yang menyuruh menguduskan hari Minggu dan tidak ada janji Allah atau berkat yang Allah janjikan bagi mereka yang memelihara dan yang menguduskan hari Minggu, tidak ada!! Justru yang ada ialah ancaman Allah bagi mereka yang tidak memelihara dan yang tidak menguduskan hari Sabat (Sabtu).

Terkadang ada sebagian umat Kristiani yang mengatakan, jika Sabat harus dikuduskan, kenapa umat Islam tidak turut mengkuduskan hari Sabat?

Jawabannya tentu karena kami umat Islam punya hari tersendiri sebagai hari yang diperintahkan untuk beribadah pada hari tersebut. Dan hal itu ada dalilnya dalam Al-Qur'an, yaitu pada surah al-Jumu'ah ayat 9:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk shalat pada hari Jum’at, maka hendaklah kamu bersegera untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Demikianlah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui."

Hari Sabtu atau Sabat ada dalilnya di Bibel. Hari Jum'at ada dalilnya dalam Al-Qur'an. Hari Minggu, mana dalilnya?

PERTANYAAN KEENAM

Mana dalilnya dalam Bibel Yesus 100% Tuhan & 100% manusia?

Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang sangat perlu kita pertanyakan kepada umat Kristiani, sebab hampir dalam setiap acara disKusi atau perdebatan, alasan yang paling sering dipakai oleh mereka adalah bilamana dalam keadaan kepepet, yaitu bahwa Yesus adalah 100% Tuhan dan 100% manusia.

Alasan-alasan seperti itu sudah keting­galan, karena bila alasan seperti itu masih terus dipertahankan, maka sampai kapanpun tidak akan menyelesaikan persoalan. Atau dengan kata lain alasan seperti itu dipakai sebenarnya hanya untuk menutup-­nutupi kelemahan Bibel itu sendiri. Padahal alasan seperti itu sama sekali tidak punya dalil dalam Bibel. Artinya tidak ada satu dalil pun yang tertulis dalam Bibel bahwa "Yesus adalah 100% Tuhan dan 100% manusia"!!!

Umumnya para pendeta atau misionaris, atau umat Kristiani lainnya sering menjawab dengan mengangkat dalil Yohanes pasal 1 ayat 1 & 14.

"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah." (Yohanes 1:1)

"Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaannya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran." (Yohanes 1:14)

Menjadikan ayat ini sebagai refrensi bahwa Yesus adalah 100% Tuhan dan 100% manusia, sulit bisa diterima akal sehat. Maka untuk itu agar lebih mudah dipahami dicomotlah bagian pertama dari pembukaan Bibel yaitu pada kitab Taurat Musa, ialah Kitab Kejadian 1 pasal 1 dan Kitab Kejadian pasal 1 ayat 26, yang bunyinya sebagai berikut:

"Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." (Kejadian 1:1)

"Berfirmanlah Allah, 'Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.'" (Kejadian 1:26)

Dari bunyi ayat Kejadian 1:26 ini, ada kata "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut rupa dan gambar Kita....." Yang dimaksud dengan kata "Kita", menurut penafsiran umat Kristiani, itu adalah bentuk kata Trinitas yang tersembunyi sebelum Yesus datang ke dunia dalam kitab Perjanjian Baru. Jadi kata "Kita" itu mengandung makna: Tuhan Bapa, Tuhan Anak, dan Tuhan Roh Kudus, atau dengan istilah lain dikenal Bapa, Firman, dan Roh Kudus.

BAPA itu = Tuhan = Allah (oknum pertama) FIRMAN itu = Yesus = Anak Allah (oknum kedua) dan ROH KUDUS itu = Tuhan juga (oknum ketiga).

Awal kitab Kejadian pasal 1:1 berbunyi, "Pada mulanya Allah...." Awal Yohanes pasal 1:1 berbunyi, "Pada mulanya adalah Firman..." Dan pada awal kitab Kejadian pasal 1:26 berbunyi, "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut rupa dan gambar Kita....."

Dari ketiga dalil tersebut (Yoh 1:1 dan 14, dan Kej 1:1 dan 26) para misionaris menafsirkan Yoh 1:1 yang berbunyi, "Pada mulanya adalah Firman..." selaras dengan Kejadian 1:1 yang berbunyi, "Pada mulanya Allah..." Dengan demikian menurut mereka Firman itu adalah Allah. Yang dimaksud dengan kata "Firman" adalah Yesus itu sendiri. Sementara Firman itu adalah Aliah, kalau begitu berarti Yesus = Allah. Kemudian pada Yoh 1:14 dikatakan bahwa, "Firman itu telah menjadi manusia." Sedangkan manusia itu adalah Yesus. Kalau Firman itu adalah Yesus dan Yesus itu adalah Allah, berarti Allah itu telah menjadi manusia yang disebut Yesus. Oleh sebab itu makna dari Yoh 1:1 yang berbunyi, "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah..." yaitu Yesus yang mulanya ada bersama-sama dengan Allah, adalah Allah itu sendiri yang telah menjadi manusia.

Memang sulit sekali bisa diterima penafsiran ayat-ayat tersebut, sebab sesuatu yang tidak rasional dipaksakan harus menjadi rasional.

Menurut penafsiran kaum Muslimin, kata "firman" berarti "perkataan" atau "kalam" (kalamullah) yang bermakna "perkataan Allah". Misalnya jika Allah ingin menciptakan sesuatu, cukup Dia berkata (berfirman) "KUN" (jadilah) maka jadilah. Contoh bagaimana penciptaan Nabi Isa as. (Yesus) dan Nabi Adam as. di dalam Al-Qur'an.

Allah jelaskan sebagai berikut:

"Sesungguhnya perbandingan (kejadian) Isa di sisi Allah adalah seperti (kejadian) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah" maka jadilah dia." (QS. Ali `Imran: 59)

Mengenai Bibel Yohanes pasal 1 ayat 1 dan 14, dalam buku The Five Gospels yang diterbitkan oleh Harper San Fransisco, yang dikomentari oleh Robert W. Funk dan Roy W. Hoover, ternyata ayat-ayat tersebut tidak masuk dalam kategori ucapan Yesus yang diseminarkan.

Bibel yang diakui di Indonesia ada empat yaitu Bibel Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Di Amerika sekitar tahun 1993, di kota Sanoma CaIifornia, disponsori oleh Westar Instituie, Bibel itu diseminarkan oleh sekitar 76 orang ahli dari berbagai kalangan, seperti guru besar dari berbagai universitas terkenal di dunia, para ahli ilmu theologi dari Katolik dan Protestan, ahli kitab suci, ahli bahasa Ibrani dan lain-lain yang semuanya tidak ada orang Islam. Bibel yang diseminarkan ada lima yaitu Bibel Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan Thomas. Kelima Bibel yang bernama "The Five Gospels" diseminarkan dalam rangka mengklasifikasikan sabda Yesus. Makanya dalam cover The Five Gospels tersebut tertulis What Did Jesus Really Say? The Search For The Authentic Words of Jesus. (Apa yang benar-benar Yesus ucapkan? Mencari ucapan asli dari Yesus).

Dalam kitab The Five Gospels tersebut, semua ucapan atau sabda Yesus, dicetak berwarna. Ada empat warna yang disepa­kati, yaitu merah (RED), merah muda (PINK), kelabu (GRAY) dan hitam bolt (BLACK).

Ada tiga option (pilihan) yang disepakati untuk menentukan derajat kebenaran sabda/ucapan Yesus, yaitu:

Option 1
** Red: I would include this item unequivocally in the database for determining who Jesus was.
** Pink: I would include this item with reservations (or modifications) in the database.
** Gray: I would not include this item in the database, but I might make use of some of the content in determining who Jesus was.
** Black: I would not include this item in the primary database.

Option 2
** Red: Jesus undoubtedly said this or something very like it.
** Pink: Jesus probably said something like this.
** Gray: Jesus did not say this, but they ideas contained in it are close to his own.
** Black: Jesus did not say this, it represents the perspective or content of a later or different tradtion.

Option 3
** Red: That`s Jesus!
** Pink: Sure sounds like Jesus.
** Gray: Well, maybe.
** Black: There`s been some mistake.

Dari hasil seminar, ternyata Bibel Yoha­nes pasal 1 ayat 1 & 14 tidak masuk kategori yang dinilai atau yang diseminarkan, sebab ayat-ayat tersebut dianggap bukan sabda atau ucapan Yesus. Ayat itu hanyalah ucapan Yohanes saja! Dan ayat tersebut tidak masuk dalam kategori RED, PINK, GRAY, & BLACK.

Hasil akhir dari penelitian dalam seminar yang dilakukan oleh 76 ahli dari berbagai kalangan, menyatakan sebagai berikut:

"Eighty-two percent of the words ascribed to Jesus in the gospels were not actually spoken by him, according to the Jesus Seminar."

"Delapan puluh dua persen kata-kata yang dianggap berasal dari Yesus di dalam Injil, tidaklah benar-benar diucapkan olehnya, menurut Seminar Yesus."

Pernyataan 76 (tujuh puluh enam) ahli dari berbagai kalangan dari seluruh dunia dalam seminar tentang Yesus, sungguh mengejutkan dunia, khususnya di kalangan kaum Kristiani, sebab kalau 82% (delapan puluh dua persen) isi Bibel bukan benar-­benar diucapkan Yesus, berarti hanya 18% (delapan belas persen) saja isi Bibel yang dianggap ucapan Yesus. Ternyata Yoh 1:1 & 14 yang jadi acuan bahwa Yesus 100% Tuhan dan 100% manusia, menurut 76 ahli tersebut, bukan ucapan Yesus, tapi hanya pendapat penulis Bibel itu saja, yaitu Yohanes. Padahal para peserta seminar Yesus tersebut, tidak ada satupun orang Islam, dan tidak satupun berasal dari lndonesia.

Lebih ironis lagi, dari semua Bibel yang diseminarkan tersebut, Bibel Yohanes termasuk yang hampir 100% dianggap bukan ucapan Yesus.

Hasilnya sungguh mengejutkan, dari 4 (empat) kategori, tidak ada satu ayatpun dalam seluruh Bibel Yohanes yang dicetak hurup Red. Hurup Pink saja hanya ada 1 (satu), hurup Grey hanya ada 4 (empat) ayat saja, selebihnya Black.

Perincian khusus Bibel Yohanes sebagai berikut:

RED: (That is Jesus!), tidak satu ayatpun yang dicetak merah, berarti tidak ada satu ayatpun yang dianggap benar-benar ucapan Yesus.

PINK: (Sure sounds like Jesus), hanya ada satu ayat saja yaitu Yoh 4:43.

GRAY: (Well, maybe), hanya ada 4 (empat) ayat saja, yaitu pada Yoh 12 ayat 24, 25, 26 dan Yoh 13 ayat 20.

BLACK: (Jesus did not say this There's been some mistake!), selebihnya bukan ucapan Yesus!

Bayangkan saja, Bibel Yohanes terdiri dari 21 pasal, 878 ayat dan 19099 kata. Kalau RED tidak ada, PINK hanya 1 ayat, GRAY 4 ayat, berarti sisanya BLACK (bukan ucapan Yesus) ada 873 ayat.

PERTANYAAN KETUJUH

Mana dalilnya asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dijamin "pasti masuk surga"?

Umat Kristiani umumnya berani memastikan sesuatu y•ang belum tentu atau belum pasti terjadi. Mereka berang­gapan asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, di jamin "pasti masuk surga". Padahal memastikan sese­orang masuk surga, itu bukan hak atau wewenang kita manusia, itu hanyalah hak Allah SWT saja. Jika ada umat Islam menga­takan kepada mereka kata "insya Allah" (jika Allah menghendaki) sering diprotes, katanya, "jangan insya Allah-insya Allah dong, yang pasti aja dong!!" Mereka tidak memahami bahwa mengu­capkan insya Allah adalah sesuatu yang dianjurkan dalam kitab suci Al-Qur'an. Tetapi sebagian besar umat Kristiani tidak paham bahwa di dalam Bibel sebenarnya dianjurkan mengucapkan insya Allah bila mengatakan sesuatu yang belum tentu terjadi. Bahkan dikatakan, bila tidak mengucapkan insya Allah sesuatu yang belum pasti terjadi, dia tergolong sombong, dan bahkan berdosa.

Perhatikan ayat Bibel sebagai berikut:

"Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: 'Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung,' sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: 'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan beruat ini dan itu.' Tetapi sekarang kamu meme­gahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah saIah. Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.'" (Yak 4:13-17)

"Ia minta diri dan berkata: 'Aku akan kembali kepada kamu, jika Allah menghendakinya.' Lalu bertolaklah ia dari Efesus." (Kis 18:21)

"Tetapi aku akan segera datang kepada­mu, kalau Tuhan menghendakinya. Maka aku akan tahu, bukan tentang perkataan orang-orang yang sombong itu, tetapi tentang kekuatan mereka." (1 Kor 4:19)

Kata-kata dalam semua ayat-ayat tersebut yaitu, "Jika Tuhan menghendakinya", "Jika Allah menghendakinya", serta "Kalau Tuhan menghendakinya", semua itu makna­nya sama yang dalam Al-Qur'an disebut "insya Allah".

Didalam Bibel cetakan lama, kata­-kata "Jika Tuhan Menghendakinya" semuanya tertulis jelas dengan kata "insya Allah".

Perhatikan Bibel lama cetakan tahun 1960 sebagai berikut:

"Hai kamu jang berkata: 'Bahwa hari ini atau besoknja biarlah kita pergi kenegeri anu serta menahun disitu, dan berniaga dan mentjari laba'; pada halnja kamu tiada mengetahui apa jang akan djadi besoknja. Bahaimanakah hidupmu itu? Karena kamu hanja suatu uap, jang kelihatan seketika sahadja lamanja, lalu lenjap. Melainkan patutlah kamu berkata: 'Insya Allah, kita akan hidup membuat ini atau itu'. Tetapi dengan hal jang demikian kamu memegahkan dirimu dengan djemawanmu itu; maka semua kemegahan jang demikian itu djahat. Sebab itu, djikalau orang jang tahu berbuat baik, pada halnja tiada diperbuatnja, maka mendjadi dosalah baginja."

"Melainkan sambil meminta diri ia berkata: "insya Allah, aku akan kembali kepadamu." (Kis 18:21)

"Tetapi insya Allah aku akan datang kepadamu dengan segeranja, dan aku akan mengetahui bukan perkataan mereka itu jang....." (1 Kor4:19)

Dalam Al-Qur'an, mengucapkan kata insya Allah merupakan suatu kewajiban bila kita tidak mengetahui sesuatu yang bakal terjadi. Perhatikan ayat-ayat Al-Qur'an sebagai berikut:

"Maka tatkala mereka masuk menemui Yusuf, Yusuf membawa ibu bapaknya ke tempatnya dan berkata, 'Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.'" (QS. Yusuf: 99)

"Musa berkata, 'Insya Allah engkau akan mendapati aku orang yang sabar dan aku tiada mengingkari perintahmu.'" (QS. al-Kahfi: 69)

"Maka tatkala anak mencapai umur dapat bekerja bersamanya, Ibrahim berkata, 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat di dalam mimpi bahwa aku akan menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?' Dia berkata, 'Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada engkau; insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.'" (QS. ash-Shaaffaat: 102)

Ternyata dari keterangan Bibel tidak boleh mengatakan "PASTI" untuk sesuatu yang belum tentu terjadi. Memastikan dijamin "pasti masuk surga" bila percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru­selamat, adalah perbuatan sombong dan dosa. Jika hanya asal percaya kepada Yesus, semua umat Islam percaya kepada Yasus yang disebut Nabi Isa as. Tidak sempurna iman seorang Muslim jika tidak mengimani semua nabi, termasuk Nabi Isa. Bahkan percaya kepada semua nabi termasuk Nabi Isa as. (Yesus), merupakan salah satu Rukun Iman yang harus di imani oleh setiap Muslim dimanapun mereka berada. Hanya saja umat Islam mengimani beliau hanya sebagai nabi atau rasul, bukan Tuhan!!

Menurut pandangan umat Kristiani, asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat maka dijamin pasti masuk surga. Tetapi menurut pandangan Islam, hal itu bertolak belakang 180 derajat, justru kalau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan, maka disitulah tidak mungkin diselamatkan, karena telah menjadikan tuhan-tuhan lain selain Allah. Dan itu disebut dosa syirik, yaitu salah satu dosa yang tidak diampuni oleh Allah.

Dalam kitab Bibel, Yesus berfirman bahwa keselamatan itu tergantung bagaimana kita mengamalkan perintah Allah. Perhatikan ucapan Yesus sebagai berikut:

"Bukan setiap orang yang berseru kepada­ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melaku­kan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Mat 7:21)

Berdasarkan ucapan Yesus tersebut, dapat kita simpulkan bahwa bukan setiap orang yang berseru Yesus, Yesus yang akan masuk ke dalam surga, tetapi kata Yesus yaitu mereka yang melakukan sesuai dengan perintah Allah. Tentu menjadi pertanyaan, apakah ummat Kristiani sudah melakukan sesuai perintah Yesus dan perintah Allah? Marilah kita lihat beberapa contoh sebagai bukti:

1. Allah Mengharamkan Babi

"Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu." (Imamat 11:7-8)

Allah telah mengharamkan babi. Kenyataannya mereka tidak haramkan babi, malah babi jadi makanan kesukaan mereka. Justru yang haramkan babi umat Islam bukan?

2.Yesus sunat

"Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, la diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya." (Luk 2:21 )

Yesus sunat, tetapi para pendeta tidak wajibkan sunat. Justru yang bersunat yaitu ummat Islam. Nah apakah mereka ikuti perintah Allah? Justru umat Islamlah yang ikut perintah bersunat!!

3. Yesus mati dikafani tidak pakai peti

"Yusufpun membeli kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengafaninya dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu." (Mar 15:46)

Yesus mati dikafani, tidak pakai peti. Apakah umat Kristiani yang mengaku pengikut Yesus bila mereka mati dikafani dengan kain putih dan dikubur tidak pakai peti? Ternyata mereka bila mati, pakai jas, sepatu, dasi. pakaian yang paling bagus, didandani seperti pengantin, lalu dimasukkan ke dalam peti, padahal Yesus mati hanya dikafani dengan kain putih dan tidak pakai peti. Ini berarti mereka tidak mengikuti contoh bagaimana matinya Yesus. Justru yang mengikuti matinya Yesus, adalah umat Islam. Bahkan dalam Islam, kuburan tidak perlu dibeton seperti bangunan rumah, cukup menaruh batu di atas kubur sebagai tanda. Diatas kuburan Yesus juga ditaruh sebuah batu, sebagai tanda, dan dalam Islam disunnahkan menaruh batu diatas kuburan.

Sebenarnya masih ada begitu banyak bukti-bukti bahwa ummat Kristini tidak mengikuti perintah Yesus dan Allah. Dari beberapa ayat yang kami paparkan sebagai contoh itu, cukup memberikan bukti bahwa jaminan keselamatan itu bukan hanya asal percaya kepada Yesus dijamin pasti masuk surga, tetapi bagaimana mengamalkan seluruh ajaran Yesus dan Tuhannya Yesus yaitu Allah SWT.

Setelah dicek di seluruh isi Bibel, ternyata tidak ada satu ayatpun yang menjamin asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat "dijamin pasti masuk surga." Oleh sebab itu adakah umat Kristiani yang bisa menunjukkan ayatnya yang mengatakan bahwa asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat "dijamin pasti masuk surga”?

Allah menjamin masuk surga bagi orang-orang yang benar-benar beriman dan bertaqwa kepada-Nya yaitu mereka yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

"Dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai­-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya, dan itulah kejayaan yang besar." (QS. an-Nisaa': 13)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa yang di jamin masuk surga oleh Allah, yaitu mereka yang taat kepada Allah dan Rasul­-Nya. Bagaimana bisa dijamin masuk surga, jika hanya asal percaya, tetapi tidak mengamalkan serta tidak taat perintah Allah dan Rasul-Nya? Buktinya betapa banyak ayat-ayat dalam Bibel, dimana tidak diamalkan dan tidak ditaati oleh umat Kristiani. Oleh sebab itu keselamatan itu yaitu bagaimana kita taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengamalkan yang diperintakan-Nya.

Bagaimana yang tidak taat kepada Allah dan rasul-Nya serta melanggar hukum dan ketentuan-Nya, apakah mereka dijamin pasti masuk surga? Perhatikan ayat selanjutnya:

"Dan barang siapa durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batasnya (hukum) Allah, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam neraka, kekal di dalamnya dan baginya azab yang menghinakan." (QS. an-Nisaa': 14)

PERTANYAAN KEDELAPAN

Mana foto asli wajah Yesus dan siapa pemotretnya?

Berdasarkan ayat tersebut, bagi mereka yang mengatakan asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat "dijamin pasti masuk surga", padahal tidak melakukan perintah Allah dan Yesus, maka bukan jaminan surga yang didapat, tapi neraka.

Sebagian besar rumah umat Kristiani hampir dapat dipastikan terpampang gambar atau lukisan Yesus dan Ibunya Maria dengan wajah yang ganteng dan cantik rupawan dengan pakaian yang berwarna warni. Tentu menjadi pertanyaan:

  1. Apakah wajah Yesus dan ibunya Maria adalah wajah mereka yang asli atau itu hanya hasil rekayasa saja?
  2. Jika wajah mereka itu asli, siapa yang memotretnya?
  3. Tustel atau camera merek apa yang dipakai saat itu?
  4. Apakah 2000an tahun yang lalu sudah ada camera atau tustel berwarna?
Jawabannya pasti semuanya mustahil. Tetapi banyak umat Kristiani terlihat begitu khusyu' bila sembahyang atau meminta pertolongan di hadapan gambar atau lukisan Yesus dan Maria. Gambar atau lukisan berikut ini adalah Maria dan Yesus menurut versi bangsa-bangsa di beberapa negara di dunia.

Ada sebagian umat Kristiani yang dulunya ngaku mantan Islam, kemudian masuk Kristen dengan alasan dia dijamah oleh Yesus. Ada juga yang mengatakan dia melihat wajah Yesus. Padahal semua kesaksian seperti itu jelas bohong. Kenapa? Sebab darimana dia tahu bahwa itu benar-­benar wajah Yesus? Wajah bapak kakek­nya saja hampir tidak ada orang yang pernah tahu, apalah wajah orang yang telah mati lebih 2000 tahun yang lalu. Oleh sebab itu adakah orang yang bisa memperlihatkan wajah Yesus sesungguhnya? Wajah-­wajah Yesus dalam semua gambar tersebut, pasti hanya hasil rekayasa atau hasil imajinasi seseorang. Jika disuruh orang dari suku di Irian melukis wajah Yesus menurut imajinasi mereka, mungkin saja wajah Yesus dibuat hitam, pendek, kribo, tanpa busana, dan pakai koteka. Jika ada yang mengaku pernah dijamah dan bertemu Yesus sungguh merupakan kebohongan besar.

PERTANYAAN KESEMBILAN

Mana dalilnya Yesus lahir pada tanggal 25 Desember dan perintah merayakannya!

Sejarah Natal

Christmas diartikan sebagai hari kelahiran Yesus, yang dirayakan oleh hampir semua orang Kristen di dunia, berasal dari ajaran Gereja Katolik Roma. Padahal ajaran tersebut tidak terdapat dalam Bibel dan Yesus-pun tidak pernah memerintahkan kepada murid-muridnya untuk menyelenggarakannya.

Perayaan yang masuk ke dalam ajaran Gereja Katolik Roma pada abad ke empat ini, berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Perayaan Natal yang diselenggarakan di seluruh dunia ini samasekali tidak mempunyai dasar dari Bibel.

Menurut penjelasan di dalam Catholic Encyclopedia edisi 1911, yang berjudul "Christmas", ditemukan kata-kata yang berbunyi sebagai berikut:

"Christmas was not among the earliest festivals of church, the first evidence of the feast is from Egypt. Pagan custom centering around the January calends gravitated to christmas."

"Natal bukanlah upacara gereja yang pertama, melainkan ia diyakini berasal dari Mesir. Perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala & jatuh pada bulan Januari ini, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus."

Masih dalam Ensiklopedi itu juga dengan judul "Natal Day" bapak Katolik pertama mengakui bahwa:

"In the Scnptures, no one is recorded to have kept a feast or held a great banquet on his birthday. It is only sinners (like Pharaoh and Herold) who make great rejoicings over the day in which they were born into the world."

"Di dalam Kitab Suci, tidak seorangpun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanya orang-orang kafir saja (seperti Firaun dan Herodes) yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini."

Natal Menurut Encyclopedia Americana Tahun 1944

"Christmas...it was according to many authorities, not celebrated in the first centuries of the Christian church, as the Christian usage in general was to celebrate the death of remarkable persons rather than their birth. (The "Communion", which is instituted by New Testament Bible authority, is a memorial of the death of Christ.) A feast was established in memory of this even (Christ's birth) in the fourth century. In the fifth century the Westem Church ordered it fo be celebrated forever on the day of the old Roman feast of the birth of Sol, as no certain knowledge of the day of Christ's birth existed."

"Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya, umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut. ("Perjamuan Kudus" yang termaktub dalam Kitab Perjanjian Baru, hanyalah untuk mengenang kematian Yesus Kristus.) Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus, mulai diresmikan pada abad ke-4 M. Pada abad ke-5 M, Gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Roma yang merayakan hari "Kelahiran Dewa Matahari". Sebab tidak seorangpun yang mengetahui hari kelahiran Yesus."

Asal usul Natal

Natal berasal dari kepercayaan penyem­bah berhala yang dianut oleh masyarakat Babilonia kuno dibawah raja Nimrod (cucunya Ham, anak nabi Nuh). Nimrod inilah orang pertama yang mendirikan menara Babel, membangun kota Babilonia, Niniweah dan lain-lain, serta kerajaan di dunia dengan sistem kehidupan, ekonomi dan dasar-dasar pemerintahan. Nimrod ini adalah seorang pembangkang Tuhan. Jumlah kejahatannya amat banyak, diantaranya dia mengawini Ibu kandung­nya sendiri Semiramis.

Setelah Nimrod meninggal, Ibunya yang merangkap istrinya menyebarkan ajaran Nimrod bahwa roh Nimrod tetap hidup selamanya walaupun jasadnya telah mati. Adanya pohon Evergreen yang tumbuh diatas sebatang pohon kayu yang telah mati, ditafsirkan oleh Semiramis sebagai bukti kehidupan baru bagi Nimrod. Untuk mengenang hari kelahiran Nimrod setiap tanggal 25 Desember, Semiramis menggantungkan bingkisan pada ranting-ranting pohon itu sebagai peringatan hari kelahiran Nimrod. Inilah asal usul Pohon Natal. Melalui pemujaan kepada Nimrod, akhirnya Nimrod dianggap sebagai "Anak Suci dari Surga". Dari perjalanan sejarah dan pergantian generasi ke generasi dari masa­ ke masa dan dari satu bangsa ke bangsa lainnya, akhirnya penyembahan terhadap berhala Babilonia ini berubah menjadi Mesias Palsu, yaitu berupa Dewa Baal, anak Dewa Matahari.

Kepercayaan orang-orang Babilonia yang menyembah kepada "Ibu dan anak" (Semiramis dan Nimrod yang lahir kembali), menyebar luas dari Babilonia ke berbagai bangsa di dunia dengan cara dan bentuk berbeda-beda, sesuai dengan bahasa di negara-negara tersebut. Di Mesir dewa-dewi tersebut bernama Isis dan Osiris. Di Asia bernama Cybele dan Deoius.

Di Roma bernama Fortuna dan Yupiter, juga di negara-negara lain seperti di China, Jepang, Tibet bisa ditemukan adat pemu­jaan terhadap Dewi Madonna, jauh sebelum Yesus dilahirkan.

Pada abad ke-4 dan ke-5 Masehi, ketika dunia pagan Romawi menerima agama baru yang disebut "Kristen", mereka telah mempunyai kepercayaan dan kebiasaan pemujaan terhadap Dewi Madonna jauh sebelum Kristen lahir.

Natal adalah acara ritual yang berasal dari Babilonia kuno yang saat itu puluhan abad yang lalu, belum mengenal agama yang benar, dan akhirnya terwariskan sampai sekarang ini. Di Mesir, jauh sebe­lum Yesus dilahirkan, setiap tahun mereka merayakan kelahiran anak Dewi Isis (Dewi langit) yang mereka percaya lahir pada tanggal 25 Desember.

Para murid Yesus dan orang-orang Kristen yang hidup pada abad pertama, tidak pernah sekalipun mereka merayakan Natal sebagai hari kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember. Dalam Bibel, tidak ditemukan walau satu ayatpun Tuhan/Allah maupun Yesus yang memerintahkan untuk merayakan Natal, sebab perayaan setiap tanggal 25 Desember, adalah perayaan agama Paganis (penyembah berhala) yang dilestarikan oleh umat Kristiani.

Upacara Natal adalah berasal dari ajaran Semiramis istri Nimrod, yang kemudian di lestarikan oleh para penyembah berhala secara turun temurun hingga sekarang ini dengan wajah baru yang disebut Kristen.

Sinterklas

Sinterklas atau Santa Claus sebenarnya bukan ajaran yang berasal dari penganut paganisme (penyembah berhala) maupun Bibel. Sinterklas adalah ciptaan seorang pastor yang bernama Santo Nicolas yang hidup pada abad ke-4 Masehi. Menurut Encyclopedia Britannica halaman 648-649 edisi ke-11, disebutkan:

"St Nicholas, bishop of Myra, a saint honored by the Greek and Latins on the 6th of December...a Legend of his surreptitious bestowal of dowries on the three daughters of an impoverished citizen...is said to have originated the old custom of giving present in secret on the Eve of St. Nicholas (Dec 6), subsequently transferred to Christmas day. Hence the association of Christmas with Santa Claus."

"St. Nicholas, adalah seorang pastur di Myra yang amat diagung-agungkan oleh orang-orang Yunani dan Latin setiap tanggal 6 Desember. Legenda ini berawal dari kebiasaannya yang suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga orang anak wanita miskin. untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberi­kan hadiah secara tersembunyi itu digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya terkaitlah antara hari Natal dan Santa Claus."

Sinterklas Mengajarkan Kebohongan

Dalam ajaran agama manupun, semua orang tua melarang anaknya berbohong. Tetapi menjelang Natal, banyak orang tua yang membohongi anaknya dengan cerita tentang Sinterklas yang memberikan hadiah Natal ketika mereka tidur. Begitu anak-anak mereka bangun pagi, di dalam sepatu atau kaos kaki mereka yang digantungkan di depan pintu rumah, telah berisi berbagai permen dan hadiah lainnya. Oleh sebab itu Sinterklas merupakan pembohongan yang dilakukan oleh setan yang menyamar sebagai manusia.

"Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat Terang. Jadi bukanlah suatu hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka." (2 Kor 11:14-15)

Pohon Terang

Pohon Terang atau Pohon Natal, sama­sekali tidak pernah dianjurkan oleh Tuhan maupun Yesus untuk mengadakan atau merayakannya. Itu semua diadopsi dari ajaran agama pagan (kafir kuno). Pohon itu sendiri disebut dengan istilah "Mistleto" yang biasanya dipakai pada perayaan musim panas, sebagai persembahan suci kepada matahari.

Menurut Frederick J. Haskins dalam bukunya Answers to Questions disebutkan:

"The use of Christmas wreaths is believed by outhorities to be traceable to the pagan customs of decorating buildings and places of worship at the feast which took place at the same times as Christmas. The Christmas tree is from Egypt, and its origin date from a period long anterior to the Christian Era."

"Hiasan yang dipakai pada upacara Natal adalah warisan dari adat agama penyembah berhala (paganisme) yang menghiasi rumah dan tempat peribadatan mereka yang waktunya bertepatan dengan malam Natal sekarang. Sedangkan pohon Natal berasal dari kebiasaan Mesir kuno yang masanya lama sekali sebelum lahirnya agama Kristen."

Sungguh mengherankan sekali dan sekaligus memprihatinkan, ternyata sebagian besar umat Kristiani tidak mengerti dan tidak menyadari tentang sejarah perayaan Natal dan Pohon Terang.

Mereka begitu antusias menyambut kedatangan hari Natal, bahkan jauh-jauh hari sebelumnya mereka sudah memper­siapkan dengan biaya yang begitu besar dalam menyambut hari kelahiran Tuhan mereka. Padahal merayakan Natal dengan Pohon Terang samasekali tidak punya dasar atau dalil di dalam kitab suci mereka sendiri. Para pendeta dan pastor di seluruh dunia bahkan Uskup dan Paus, jika ditanya tentang Natal dan Pohon Terang, pasti akan mengakui bahwa memang tidak ada dalil dan ajaran dalam Bibel bahwa Yesus lahir pada tanggal 25 Desember dan tidak ada satu ayatpun tertulis di dalam Bibel yang memerintahkan untuk meraya­kannya.

Kata Bibel tentang Pohon Natal

"Beginilah firman Tuhan: 'Janganlah biasakan dirimu dengan tingkah langkah bangsa-bangsa, janganlah gentar terhadap tanda-tanda di langit, sekalipun bangsa­-bangsa gentar terhadapnya. Sebab yang disegani bangsa-bangsa adaIah kesia-siaan. Bukankah berhala itu pohon kayu yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tangan tukang kayu? Orang memperindahnya dengan emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu, supaya jangan goyang. Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun mentimun, tidak dapat berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab tidak dapat me­langkah. Janganlah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baik pun tidak dapat.' Tidak ada yang sama seperti Engkau, ya Tuhan! Engkau besar dan nama-Mu besar oleh keperkasaan." (Yeremia 10:2-6)

Ayat-ayat Bibel tersebut jelas sekali mengatakan bahwa Pohon Terang adalah upacara penyembahan berhala yang tidak bisa berbicara, tidak bisa berbuat jahat dan tidak bisa juga berbuat baik. Tetapi kenapa masih saja disembah oleh sebagian besar umat Kristiani? Jawabnya karena mereka tidak mengerti kandungan kitab sucinya, dan hanya ikut-ikutan apa kata pemimpin agama mereka. Tidak mereka sadari bahwa justru mereka bukan pengikut Yesus yang setia.

Apakah Natal Memuliakan Yesus?

"Maka hati-hatilah, supaya jangan engkau kena jerat dan mengikuti mereka, setelah mereka dipunahkan dari hadapanmu, dan supaya jangan engkau menanya-nanya tentang tuhan mereka dengan berkata: 'Bagaimana bangsa-bangsa ini beribadah kepada illah mereka?' Aku pun mau berlaku begitu. Jangan engkau berbuat seperti itu terhadap Tuhan, Allahmu; sebab segala yang menjadi kekejian bagi Tuhan, apa yang dibenci-Nya, itulah yang dilakukan mereka bagi illah mereka; bahkan anak-anaknya lelaki dan anak-anaknya perempuan dibakar mereka dengan api bagi illah mereka. Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu Iakukan dengan setia, jangan­lah engkau menambahinya ataupun mengu­ranginya." (Ulangan 12:30-32)

"Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 19:8-9)

"Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." (Markus 7: 7-8)

Merayakan Natal = Melestarikan Kebo­hongan dan Pemborosan

Menjelang Natal akan bermunculan berbagai iklan di toko-toko, koran, majalah dan lain sebagainya. Jutaan dolar dan miliaran rupiah dihamburkan untuk promosi berbagai barang dagangan untuk keperluan Natalan. Semuanya dikemas sedemikian rupa sehingga tampak seperti "Malaikat Pembawa Terang", padahal tanpa mereka sadari ajaran Yesus mereka telantarkan, karena yang mereka rayakan adalah tradisi ajaran agama kafir kuno, bukan perintah Tuhan ataupun Yesus.

"Bukan setiap orang yang berseru kepada­Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapaku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: 'Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!'" (Matius 7:21-23)

"Percuma mereka beribadah kepada-Ku sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." (Markus 7: 7-8)

"Melihat itu murid-murid gusar dan berkata: 'Untuk apa pemborosan ini? Sebab minyak itu dapat dijual dengan mahal dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin.'" (Matius 26:8-9)

Dari penjelasan sejarah Natal ini, jelas­lah bahwa Natal itu bukan ajaran Yesus.

Yesus seumur hidupnya tidak pernah sekalipun menyuruh merayakan Natal bagi dirinya. Merayakan dirinya sebagai seorang Nabi atau Rasul saja beliau tidak pernah ajarkan, apalagi menyuruh merayakan kelahirannya sebagai Tuhan!! Tidak ada satu dalilpun dalam Bibel menyatakan Yesus lahir tanggal 25 Desember. Pendeta, Pastor bahkan Paus di Roma-pun mengakui bahwa Natal bukan ajaran gereja. Oleh sebab itu adakah umat Kristiani atau siapapun yang bisa menunjukkan dalilnya dalam Bibel, Yesus lahir pada tanggal 25 Desember?

Dalam pandangan Islam, haram hukum­nya bila ikut-ikutan merayakan Natal. Jangankan umat Islam, bagi umat Kristiani pada dasarnya sama sekali tidak punya satu dalilpun merayakan Natal. Umat Islam yang merayakan Maulid Nabi Muhammad saw. itupun tidak ada dalil di dalam Qur’an dan Sunnahnya, apalagi merayakan Natal. Merayakan Natal sama saja merayakan "kelahiran Tuhan", padahal dalam pandangan Islam, Tuhan tidak lahir dan tidak pula dilahirkan.

Jika Umat Kristiani merayakan Natal hanya sebatas Yesus sebagai seorang nabi atau rasul atau seorang utusan Tuhan, itu masih bisa dipahami. Tetapi umat Kristiani merayakan hari Natal, bukan sebagai hari kelahiran Yesus sebagai seorang nabi, rasul atau utusan Tuhan, tetapi sebagai hari kelahiran Yesus sebagai "Anak Tuhan'' atau "Anak Allah".

Haram hukumnya menurut pandangan Islam karena berdasarkan Al-Qur'an, Yesus bukan Tuhan dan Tuhan tidak punya anak.

"(Dia) pencipta langit dan bumi, bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu, dan Dia mengetahui segala sesuatu." (QS. al-Maa'idah: 101)

Bahkan dalam ayat lain Allah wahyukan kepada Rasul-Nya Muhammad saw., bahwa jika Dia mempunyai anak, maka orang yang mula-mula akan menyembah anak itu adalah Rasul-Nya yaitu Muhammad saw.

"Katakanlah, 'Jika Yang Maha Pengasih itu mempunyai anak, maka akulah orang yang mula-mula menyembahnya.'" (QS. az-Zuhkruf: 89)

Bahkan dalam ayat lain Allah peringatkan kepada mereka (Yahudi dan Nashara) bahwa tidak benar Dia mempunyai anak!

"Katakanlah, "Dia-lah Allah yang maha Esa. Allah tempat meminta. Dia tidak beranak dan tidak (pula) diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya." (QS. al-lkhlash: 1-4)

PERTANYAAN KESEPULUH

Buktikan siapa yang hapal Bibel walau satu surat saja di luar kepala!

Pernah terjadi ketika dalam suatu acara Debat Islam & Kristen di salah satu gedung di Jakarta, waktu memasuki acara tanya jawab, seorang akhwat mengajukan satu pertanyaan kepada sang pendeta yang bertitel Doctor Teologi sebagai berikut:

AKHWAT: "Pak pendeta, di dunia ini ada banyak orang yang hapal Al-Qur'an di luar kepala. Apakah ada orang yang hapal Bibel di luar kepala?"

PENDETA: "Di dunia ini tidak mungkin ada yang hapal Bibel di luar kepala. Sejenius apa pun orang itu, tidak mungkin dia bisa hapal Bibel di luar kepala, sebab Bibel itu adalah buku yang sangat tebal, jadi sulit untuk dihapal. Berbeda dengan Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah buku yang sangat tipis, makanya mudah dihapal."

Jawaban pendeta tersebut terlalu singkat, tidak rasional dan sangat merendahkan bahkan melecehkan AI-Qur'an.

Dengan jawaban pak pendeta hanya seperti itu, karena penasaran, kami maju ke depan, merebut mikropone yang ada difangan ahwat tersebut, dan melanjutkan pertanyaan ahwat tadi. (maaf disini kami pakai nama pengganti HILS)

HILS : "Maaf pak pendeta, tadi bapak katakan bahwa Al-Qur'an adalah buku yang sangat tipis, makanya gampang dihapal di luar kepala. Tapi pak pendeta, bahwa setipis-tipisnya Al Qur'an, ada sekitar 500 s/d 600 halaman, jadi cukup banyak juga lho!! Tapi kenyataannya di dunia ini ada jutaan orang yang hapal Al-Qur'an di luar kepala. Bahkan anak kecil sekalipun banyak yang hapal di luar kepala, walaupun artinya belum dipahami. Sekarang saya bertanya kepada pak pendeta, Alkitab itu terdiri dari 66 kitab bukan? Jika pak pendeta hapal satu surat saja diluar kepala (1/66 saja), semua yang hadir disini jadi saksi, saya akan kembali masuk agama Kristen lagi! Ayo silahkan pak pendeta!"

Mendengar tantangan saya seperti itu, situasi jadi tegang, mungkin audiens yang Muslim khawatir, jangan-jangan ada salah satu pendeta yang benar-benar hapal salah satu surat saja di dalam Bibel tersebut. Seandainya ada yang hapal, berarti saya harus tepati janjiku yaitu harus masuk Kristen kembali. Karena para pendetanya diam, saya lemparkan kepada jemaat atau audiens Kristen yang dibelakang.

HILS : "Ayo kalian yang di belakang, jika ada diantara kalian yang hapal satu surat saja dari Bibel ini di luar kepala, saat ini semua jadi saksi, saya akan kembali masuk ke agama Kristen lagi, silahkan!!"

Masih dalam situasi tegang, dan memang saya tahu persis tidak akan mungkin ada yang hapal walaupun satu surat saja dil uar kepala, tantangan tersebut saya ubah dan turunkan lagi. Saat itu ada beberapa pendeta yang hadir sebagai pembicara maupun sebagai moderator. Mereka itu usianya bervariasi, ada yang sekitar 40, 50 dan 60an tahun. Pada saat yang sangat menegangkan, saya turunkan tantangan saya ke titik yang terendah, di mana semua audiens yang hadir, baik pihak Kristen maupun Islam semakin tegang dan mungkin sport jantung.

HILS : "Maaf pak pendeta, umur andakan sekitar 40, 50 tahun dan 60an tahun bukan? Jika ada diantara pak pendeta yang hapal SATU LEMBAR saja BOLAK BALIK ayat Bibel ini, asalkan PAS TITIK KOMANYA, saat ini semua jadi saksinya, aku kembali masuk agama Kristen lagi!! Silahkan pak!"

Ketegangan yang pertama belum pulih, dengan mendengar tantangan saya seperti itu, situasi semakin tegang, terutama dipihak teman-teman yang beragama Islam. Mungkin mereka menganggap saya ini gila, over acting, terlalu berani, masak menantang para pendeta yang hampir rata­-rata bertitel Doctor hanya hapalan satu lembar ayat Bibel saja. Suasana saat itu sangat hening, tidak ada yang angkat suara, mungkin cemas, jangan-jangan ada yang benar-benar hapal ayat Bibel satu lembar saja. Karena para pendeta diam seribu bahasa, akhirnya saya lemparkan lagi kepada jemaat atau audiens yang beragama Kristen.

HILS : "Ayo siapa diantara kalian yang hapal satu lembar saja ayat Bibel ini, bolak balik asal pas titik komanya, saat ini saya kembali masuk Kristen. Ayo silahkan maju kedepan!"

Ternyata tidak ada satupun yang maju kedepan dari sekian banyak pendeta maupun audiens yang beragama Kristen. Akhirnya salah seorang pendeta angkat bicara sebagai berikut:

PENDETA: "Pak Insan, terus terang saja, kami dari umat Kristiani memang tidak terbiasa menghapal. Yang penting bagi kami mengamalkannya."

HILS : "Bibel ini kan bahasa Indone­sia, dibaca langsung dimengerti! Masak puluhan tahun beragama Kristen dan sudah jadi pendeta, selembar pun tidak terhapal? Kenapa? Jawabnya karena Bibel ini tidak murni wahyu Allah, maka­nya sulit dihapal karena tidak mengandung mukjizat! Beda dengan Al-Qur’an. Di dunia ini ada jutaan orang hapal di luar kepala, bahkan anak kecilpun banyak yang hapal di luar kepala seluruh isi Al-Qur'an yang ratusan halaman. Padahal bahasa bukan bahasa kita Indonesia. Tapi kenapa mudah dihapal? Karena Al-Qur'an ini benar-benar wahyu Allah, jadi mengandung mukjizat Allah, sehingga dimudahkan untuk dihapal. Soal mengamalkannya, kami umat Islam juga berusaha mengamalkan ajaran Al-Qur’an. Saya yakin jika bapak-bapak benar­-benar mengamalkan isi kandungan Bibel, maka jalan satu-satunya harus masuk Islam. Bukti lain bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah, seandainya dari Arab Saudi diadakan pekan Tilawatil Qur'an, kemudian seluruh dunia mengakses siaran tersebut, kami umat Islam bisa mengikutinya, bahkan bisa menilai apakah bacaannya benar atau salah. Dan ketika mengikuti siaran acara tersebut, tidak perlu harus mencari kitab Al-Qur'an cetakan tahun 2000 atau 2005. Sembarang Al-Qur'an tahun berapa saja diambil, pasti sama. Beda dengan Bibel. Seandainya ada acara pekan tilawatil Bibel disiarkan langsung dari Amerika, kemudian seluruh dunia mengaksesnya, kitab yang mana yang jadi rujukan untuk diikuti dan dinilai benar tidaknya? Sama-sama bahasa Inggris saja beda versi, jadi sangat mustahil jika ada umat Kristiani bisa melakukan pekan tilawatil Bibel, karena satu sama lainnya berbeda."

Alhamdulillah dari sanggahan kami seperti itu mendapat sambutan hangat dan aplaus dari audiens yang beragama Islam. Oleh sebab itu, adakah bagi siapa saja umat Kristiani yang bisa hapal ayat-ayat Bibel walau satu lembar saja bolak balik atas pas titik komanya tanpa harus membuat satupun kesalahan?

PERTANYAAN KESEBELAS

Tantangan Bibel Lukas

Kelihatannya pertanyaan ini seperti main-main saja, namun kami yakinkan bahwa pertanyaan ini sungguh benar dan serius 100%. Sepuluh pertanyaan yang pertama tadipun itu semuanya serius, bukan main-main.

Pertanyaannya sangat mudah, cukup dijawab berdasarkan ayat-ayat Bibel itu sendiri, karena Yesus sendiri yang mengatakan dan meyakinkan bahwa apa yang dia katakan ada tertulis di dalam sekian banyak kitab-kitab yang dia sebutkan di dalam Bibel itu sendiri. Jika bisa dijawab berarti Bibel itu 100% firman Allah.

Sebelum kami berikan pertanyaannya dan juga sebelum anda menjawabnya, ada baiknya kami sampaikan bahwa yang namanya nubuat harus digenapi, jika tidak maka nubuat tersebut tidak benar alias bohong. Bersama ini kami berikan sedikit contoh penggenapan suatu nubuat yang benar-benar terjadi, seperti:

Nubuat dalam Perjanjian Lama:

"Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu." (Hosea 11:1)

Penggenapan di Perjanjian Baru

"Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal disana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: 'Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.'" (Matius 2:14­-15)

Nubuat dalam Perjanjian Lama

"Aku mau menceritakan tentang ketetapan Tuhan; Ia berkata kepadaku: 'Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanak-kan pada hari ini.'" (Mazmur 2: 7)

Penggenapan di Perjanjian Baru

"Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepada-Nya: "Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini." (Ibrani 5:5)

Nubuat dalam Perjanjian Lama

"Roh Tuhan ada padaku, oleh karena Tuhan telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang­orang yang remuk hati, untuk memberitaan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara." (Yesaya 61:1)

Penggenapan di Perjanjian Baru

"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab la telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan la telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." (Lukas 4:18-19 )

Nah ayat-ayat tadi semuanya membuk­tikan bahwa apa yang dinubuatkan Tuhan di dalam kitab Perjanjian Lama, itu benar­-benar terjadi atau digenapi pada kitab Perjanjian Baru. Kalau tidak terjadi atau tidak digenapi, berarti itu bukan nubuat Tuhan, sebab tidak mungkin Tuhan keliru atau salah.

Untuk itu kami ajukan pertanyaan jika ada yang bisa membuktikan ucapan Yesus sekitar nubuat tentang dirinya yang terdapat pada Lukas 24:44-46 sebagai berikut:

44. Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur."

45. Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci.

46. Kata-Nya kepada rnereka: Ada tertulis demikian: "Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga."

Pertanyaannya adalah:

Mana bukti ucapan Yesus yang mengatakan bahwa ada tertulis demikian: "Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga" dalam kitab Taurat Musa, Kitab Nabi-Nabi dan Kitab Mazmur?

Catatan: Taurat Musa ada 5 kitab, Kitab Nabi-Nabi ada 33 kitab dan Kitab Mazmur ada 1 kitab, jadi jumlahnya 39 kitab. Atau dengan kata lain perkataan Yesus tersebut tertulis dalam semua kitab Perjanjian Lama, sebab jumlah kitab Perjanjian Lama semuanya ada 39 kitab.

Kalimat: "Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga" pada ayat 46 ini menurut ayat 44 telah tertulis dalam kitab Taurat, kitab Nabi­-Nabi dan Mazmur. Menurut ayat 45, bagi yang tidak tahu berarti belum mengerti Bibel.

Ternyata semua pakar Bibel tidak mengetahui dimana letak ayat tersebut pada Taurat Musa, kitab Nabi-Nabi dan Mazmur. Pihak Kristen berapologi bahwa konsep Mesias yang menderita memang ditemukan dalam Perjanjian Lama, tetapi bukan dalam bentuk teks seperti yang tertulis dalam Lukas 24:46.

Tampaknya mereka kurang cerdik untuk membelanya, sebab mereka tidak membandingkan dengan:

I. Matius 12:16-20

16. Ia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia,

17. supaya genaplah firman yang disampai­kan oleh nabi Yesaya:

18. "Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa­Ku berkenan; Aku akan menaruh roh­Ku ke atas-Nya, dan Ia akan memak­lumkan hukum kepada bangsa-bangsa.

19. Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mende­ngar suara-Nya di jalan-jalan.

20. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang.

Bunyi ayat Matius 12:18-20 ini bisa kita temukan pada Yesaya 42:1-4 yang berbunyi:

1. Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa.

2. Ia tidak akan berteriak atau menya­ringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan.

3. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum.

4. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.

II. Matius 13:14-15

14. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap.

15. Hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.

Ayat-ayat ini bisa ditemukan pada Yesaya 6:9-10 yang berbunyi:

9. Kemudian firman-Nya: "Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan!

10. Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup. supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya. lalu berbalik dan menjadi sembuh."

III. Matius 13:35

"Supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: "Aku mau membuka mulut­Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan. "

Teks ayat Matius ini bisa kita temukan pada Mazmur 78:2 yang berbunyi:

"Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala."

IV. Lukas 3:4-6 berbunyi:

4. Seperti ada tertulis dalam kitab nubuat­-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-­seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.

5. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan,

6. dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan."

Bunyi ayat-ayat Lukas diatas dapat kita temukan dalam Yesaya 40:3-5 berikut ini:

3. Ada suara yang berseru-seru: "Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!

4. Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran;

5. maka kemuliaan Tuhan akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama; sungguh, Tuhan sendiri telah mengatakannya."

Lalu bagaimana dengan Lukas 24:44-­46 yang katanya dalam kitab Taurat, kitab nabi-nabi dan Mazmur telah tertulis demikian:

"Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga."?

Jadi, bagi siapa saja dan dari golongan agama mana saja, adakah yang bisa menjawabnya dengan membawa bukti dalil dalam Bibel dari ke-39 Kitab yang Yesus sebutkan itu. Jika tidak bisa membuktikannya, berarti ucapan Yesus itu adalah tidak benar alias fiktif.


Sumber: Berhadiah Mobil BMW; Mustahil Kristen Bisa Menjawab dengan editan