Jumat, 04 Februari 2011

Natal, Siapa Suruh? Bibel Pun Tidak Menganjurkan

Oleh kaum Kristiani, tanggal 25 Desember kadung dianggap sebagai Hari Natal, hari kelahiran Yesus. Di berbagai belahan dunia, mayoritas umat Kristiani merayakan hari ini dengan penuh suka cita. Bahkan memasuki bulan Desember, aroma Natal sudah terasa hampir di setiap sudut kota-kota besar. Pohon terang, pohon cemara yang dililit lampu-lampu kecil berkelap-kelip, dengan segala aksesorisnya biasanya sudah terpasang di tiap sudut hotel, restoran, pusat perbelanjaan, atau pun cafe-cafe. Di sejumlah tempat keramaian, musik-musik Natal pun sudah bergema.

Mayoritas umat Kristiani merayakan ini. Sedangkan minoritas umat Kristiani tidak ikut-ikutan merayakan Natal pada tanggal tersebut. Lho, kenapa? Ya, umat Kristen Ortodoks atau juga biasa disebut Kristen Timur, Kristen Rasuli, Kristen Yehova, dan banyak lagi aliran maupun sekte Kristen lainnya tidak merayakan Natal pada tanggal 25 Desember. Ada yang merayakan Natal pada setiap bulan September, 6 Januari, atau 25 Maret.

Yang mengherankan adalah pandangan dari Herbert W. Amstrong. Pastor dari Worldwide Church of God yang berpusat di California, AS, ini dengan tegas menyatakan bahwa Bibel sama sekali tidak pernah menganjurkan atau menyuruh umat Kristiani untuk merayakan Natal. Tradisi-tradisi seperti memperingati hari kelahiran (Natal), pohon Natal, Sinterklas dan Piet Hitam, hadiah Natal, dan sebagainya sama sekali tidak ada dalam Bibel.

Sejarah gereja pada awalnya juga tidak merayakan Natal. Sejak abad ke-1 hingga ke-4 Masehi, gereja tidak pernah merayakan Natal. Baru pada abad ke-5 Natal dirayakan atas perintah Kaisar Konstantine, penguasa bangsa Roma yang berkiblat pada Gereja Barat. Sedang Gereja Timur tidak mengakui tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus.

Jika demikian, adalah sangat naif dan tidak lucu bila ada orang yang menganjur-anjurkan perayaan Natal bersama, atau ada orang non-Kristen yang ikut-ikutan merayakan Natal. Jika ada, maka dia hanya memperlihatkan kebodohan dan kedangkalan pengetahuannya tentang sejarah.

BIBEL SENDIRI BERSELISIH PAHAM

Umat Kristen yang tidak merayakan Natal pada tanggal 25 Desember berpegangan pada Bibel Kitab Lukas 2:11 yang memaparkan suasana di saat kelahiran Yesus di padang Yudea, "Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka: 'Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitahukan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, di Kota Daud.'"

Di padang Yudea, setiap bulan Desember adalah puncak musim dingin. Tidak mungkin penggembala ternak berada di padang Yudea pada bulan Desember. Biasanya mereka melepas ternak ke padang dan lereng-lereng gunung. Paling lambat pertengahan Oktober ternak tersebut sudah dimasukkan ke kandangnya untuk menghindari hujan dan hawa dingin yang menggigil. Bibel Kitab Perjanjian Lama, Kitab Kidung Agung 2 dan Ezra 10:9, 13, menjelaskan bahwa bila musim dingin tiba, tidak mungkin para penggembala dan ternaknya berada di padang terbuka pada malam hari. Sebab itu, Kristen Timur tidak mengakui tanggal 25 Desember sebagai hari Natal.

Sejarawan Kristen, Adam Clarke, menguatkan hal ini. "Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember, ketika tidak ada domba-domba berkeliaran di padang terbuka di malam hari. Juga tidak mungkin dia lahir setelah bulan September, karena di bulan inilah domba-domba masih berada di padang waktu malam. Dari berbagai bukti inilah, kemungkinan lahir di bulan Desember harus disingkirkan."

Pastor Herbert W. Amstrong menyatakan bahwa di seluruh ensiklopedi Kristen atau pun Bibel sendiri mengatakan Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember. "Catholic Encyclopedia sendiri dengan tegas dan terang-terangan mengakui fakta ini," tegas Pastor Amstrong yang meyakini Yesus lahir di bulan September.

Pemimpin Redaksi majalah Krinten Plain Truth yang tirasnya mencapai delapan juta eksemplar per bulan di seluruh dunia ini secara lebih jauh dan berani menguliti mitos-mitos di seputar Natal itu sendiri. Tentang kelahiran Yesus, Bibel sendiri berselisih pendapat. Bibel Kitab Matius 2:1 menyatakan Yesus lahir di Betlehem pada zaman Raja Herodes. Sedangkan pada Bibel Kitab Lukas 2:1-20 dikatakan bahwa Yesus lahir di saat Kaisar Agustus mengadakan sensus penduduk di tanah Yudea. Menurut tarikh sejarah, sensus ini diadakan pada tahun 7 M. Padahal Herodes meninggal pada abad ke-4 M. Antara kedua Bibel ini berselisih tiga abad soal waktu kelahiran Yesus!

Pastor Amstrong menegaskan bahwa Natal bukanlah ajaran Bibel dan Yesus tidak pernah memerintahkan para muridnya untuk merayakannya. "Perayaan yang masuk dalam ajaran Kristen Katolik Roma pada abad ke-4 M ini adalah berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala (paganisme)."

Pandangan ini diperkuat literatur Katolik sendiri (Catholic Encyclopedia) yang berbunyi, "Natal bukanlah upacara gereja yang pertama... melainkan ia diyakini berasal dari Mesir. Perayaan diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari ini, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus."

Dalam ensiklopedia itu juga dicantumkan pandangan Bapak Katolik pertama yang menyatakan, "Di dalam kitab suci, tidak seorang pun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanya orang-orang kafir -seperti Fir'aun dan Herodes- yang berpesta-pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini."

Simak kata Encyclopedia Britannica tentang Natal, "Natal bukanlah upacara gereja abad pertama. Yesus Kristus dan para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya. Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara itu diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala."

Encyclopedia Americana juga mengatakan, "Menurut banyak ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya, umat Kristen hanya merayakan hari-hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut (Perjamuan Kudus yang termaktub dalam Bibel Kitab Perjanjian Baru adalah untuk mengenang kematian Yesus Kristus). Pada abad ke-5 M, Gereja Barat memerintahkan umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus yang diambil dari hari pesta bangsa Romawi yang merayakan hari kelahiran Dewa Matahari. Sebab, tidak seorang pun yang mengetahui hari kelahiran Yesus."

KAISAR KONSTANTINE MEMASUKKAN NATAL KE GEREJA

Kepercayaan paganisme (penyembahan berhala) bangsa Romawi kuno mengenal perayaan Brumalia (25 Desember) sebagai kelanjutan dari perayaan Saturnalia (17-24 Desember), dua perayaan menjelang tahun baru Gregorian. Kedua perayaan itu dilakukan untuk menyambut datangnya matahari baru. Salah satu dewa bangsa Romawi kuno adalah Dewa Matahari.

Dalam New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religion Knowledge bagian Christmas tertulis, "Adat kepercayaan pagan Brumalia dan Saturnalia yang sudah sangat akrab di masyarakat Roma diambil Kristen. Perayaan ini dilestarikan oleh Kristen dengan sedikit mengubah jiwa dan tatacaranya. Para pendeta Kristen di Barat dan di Timur Dekat menentang perayaan kelahiran Yesus yang meniru agama berhala ini. Di samping itu Kristen Mesopotamia menuding Kristen Barat (Katolik Roma) telah mengadopsi model penyembahan kepada Dewa Matahari."

Sejarah dunia mencatat, menjelang abad ke-1 hingga pada abad ke-4 M, dunia Barat (Eropa) dikuasai Imperium Romawi yang menganut kepercayaan paganisme politeisme (penyembah banyak dewa). Para pemeluk Kristen yang minoritas saat itu selalu dikejar-kejar dan disiksa penguasa Romawi. Setelah Konstantine menjadi kaisar lalu memeluk Kristen di abad ke-4 M, Konstantine menempatkan agama Kristen sejajar dengan agama kafir Romawi.

Sejak itu banyak rakyat mengikuti jejak kaisarnya memeluk Kristen. Walau demikian, tradisi paganisme yang sudah mengurat dan mengakar di dalam seluruh sendi kehidupannya tidaklah otomatis hilang. Malah beberapa di antaranya dimasukkan menjadi perayaan agama Kristen, seperti halnya tanggal 25 Desember.

Tiap tanggal 25 Desember, rakyat Romawi sudah terbiasa menyelenggarakan perayaan Brumalia yang diselenggarakan secara besar-besaran dan dengan pesta yang sangat meriah. Mereka tidak ingin menghilangkan kemeriahan ini. Sebab itu, Kaisar Konstantine "meng-copy paste" hari perayaan Brumalia yang diselenggarakan untuk menyembah Dewa Matahari menjadi Hari Natal yang dikatakan sebagai hari kelahiran Yesus. Hal ini jelas sama sekali tidak berdasar, sebab di dalam Bibel pun tidak ada ayat yang menyebutkan hal itu. Demikian sebab-musabab perayaan Natal yang dilestarikan hingga kini oleh Dunia Barat.

Akar kepercayaan paganisme bangsa Romawi yang di-copy paste oleh Gereja Barat menjadi Hari Natal menurut pelacakan Pastor Amstrong berasal dari zaman Babilonia di bawah kekuasaan Raja Nimrod (orang Islam menyebutnya sebagai Raja Namrudz, di mana di masa itu Nabi Ibrahim a.s. lahir). Lebih jelasnya, akar kepercayaan itu tumbuh di masa setelah terjadinya banjir besar di zaman Nabi Nuh a.s.

Kepercayaan serupa juga ada di Mesir kala itu. Jika bangsa Romawi merayakan Brumalia, maka di Mesir tiap tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari kelahiran anak dari Dewi Isis (Dewi Langit).

ASAL USUL POHON NATAL

Pastor Amstrong juga memaparkan asal mula pohon Natal, yang kini kita kenal sebagai pohon cemara di mana di seluruh bagiannya lazim dihiasi dengan lampu kelap-kelip dan aneka aksesoris Natal. Menurut Pastor Amstrong, Nimrod adalah cucu Ham, anak Nabi Nuh a.s. Nama "Nimrod" dalam bahasa Ibrani berasal dari kata "Marad" yang berarti "dia pembangkang atau murtad". Karena bahasa Ibrani serumpun dengan bahasa Arab, maka ini bisa disandingkan dengan "Murtad" atau "Ridda".

Dari catatan-catatan kuno, menurut Pastor Amstrong, Nimrod adalah salah satu tokoh yang memelopori pembangkangan terhadap Tuhan. Jumlah kejahatannya amat banyak, di antaranya adalah mengawini Ibu kandungnya sendiri yang bernama Semiramis.

Setelah Nimrod mati, Ibu yang juga isterinya itu menyebarkan paham bahwa roh Nimrod tetap hidup abadi, walau jasad kasarnya telah mati. Semiramis menjadikan pohon evergreen (cemara) yang bisa tumbuh dari sebatang kayu yang sudah mati sebagai simbol adanya kehidupan baru bagi Nimrod setelah mati. Semiramis mengatakan bahwa Nimrod selalu berada di pohon cemara itu di saat hari kelahirannya tiba. Sebab itu, di dahan-dahan pohon cemara itu selalu dihiasi dengan aneka aksesoris dan bingkisan. "Inilah cikal bakal pohon Natal," tegas Pastor Amstrong.

TRADISI BOHONG BERNAMA SINTERKLAS

Menjelang malam Natal, para orangtua biasanya membohongi anak-anaknya, mengatakan bahwa akan datang seorang Sinterklas turun dari kereta kencana yang ditarik oleh rusa-rusa salju untuk membagi-bagikan hadiah. Kebohongan ini dilakukan turun-temurun dalam jangka waktu berabad-abad lamanya.

Parahnya, kebohongan ini juga dilestarikan dengan dibuatnya berbagai macam film kartun tentang Sinterklas (Santa Claus), seolah-olah Sinterklas memang ada dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Hari Natal. Padahal, semua ini hanyalah dongeng yang sama sekali tak berdasar. Bibel tidak menyebut adanya Sinterklas dalam satu ayat pun! Bagaimana awal mula tradisi kebohongan ini?

Di abad ke-4 M hidup sorang pastor bernama Santo Nicolas. Dikatakan dalam Encyclopedia Britannica, Santo Nicolas adalah seorang pastor di Myra yang amat diagung-agungkan oleh orang Yunani dan Latin setiap tanggal 6 Desember. Dia memiliki kebiasaan suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga wanita miskin. Maka, untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberikan hadiah secara tersembunyi itu digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya terkaitlah antara Hari Natal dan Santa Claus.

Mengenai Sinterklas atau Santa Claus, Pastor Amstrong sangat gusar. "Sungguh janggal! Orangtua menghukum anaknya jika berbohong. Tapi di saat menjelang Natal, mereka membohongi anak-anaknya dengan cerita Sinterklas yang memberikan hadiah di saat mereka tidur."

Demikianlah. Perayaan Natal bukan berasal dari ajaran Bibel. Jika mayoritas umat Kristiani hingga hari ini tetap merayakan Natal, maka itu terserah kepada mereka. Sedangkan bagi umat non-Kristiani, biarlah kita menjadi penonton. Seperti halnya Pastor Amstrong yang menyatakan bahwa negeri-negeri Kristen sekarang ini sesungguhnya bukanlah negeri Kristen, melainkan negeri-negeri Babilonia yang dipenuhi dengan kepercayaan paganisme.

Sebab itu, setelah mempertimbangkan banyak aspek, maka Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 7 Maret 1981 dengan tegas mengeluarkan fatwa tentang haramnya merayakan Natal bersama bagi umat Islam. Ini sikap yang sangat tepat. Sebab Bibel dan umat Kristiani saja berselisih pendapat soal Natal, mengapa kita sebagai "orang lain" harus juga ikut campur. Apa kurang kerjaan?


Sumber: Valentine Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Hallowen, So What? dengan editan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar