Jumat, 24 Juni 2011

mengintrospeksi diri(ku)

sering kita mendengar dan membaca untaian-untaian kalimat inspiratif baik itu berupa renungan maupun motivasi. namun yang menjadi pertanyaan adalah, apa tindakan selanjutnya yang kita lakukan setelah mendengar atau membacanya? tentunya akan beragam. ada yang langsung mencoba menerapkannya. ada pula yang hanya memberitahukan kembali kepada orang lain.

untuk yang langsung mencoba menerapkannya, tentu harus kita berikan apresiasi. lalu bagaimana dengan yang hanya memberitahukan kembali pada orang lain? gejala ini nampak begitu sporadis pada saat ini. lewat status di jejaring sosial misalnya. setiap harinya ada saja yang melakukan hal tersebut. tentunya masing-masing individu dilandasi oleh niatan yang berbeda. ada yang ingin disebut bijak. ada yang ingin menasehati tanpa menggurui. ada yang ingin menceritakan secara tidak langsung mengenai apa yang sedang dia pikirkan. dan ada juga yang ingin menceritakan secara tidak langsung mengenai apa yang sedang dia lakukan. semuanya sah-sah saja menurutku.

aktualisasi diri memang sangat wajar. namun jika ingin diberi penilaian yang tak seperti kenyataannya itu yang menurutku menjadi tak wajar. entah disadari atau tidak, banyak orang yang berkata bijak namun hanya dalam sebatas pemikiran dan ucapannya saja. dalam kenyataannya, mereka adalah pribadi yang masih memiliki banyak sekali tingkah laku yang tak disukai bahkan dibenci oleh orang lain.

lebih baik untuk tak menjadi tong kosong yang nyaring bunyinya. daripada gembar-gembor membagikan untaian-untaian kalimat inspiratif setiap harinya, mendingan kita berkaca pada diri sendiri terlebih dahulu. jika pada diri kita memang sudah tak ada lagi tingkah laku yang buruk, barulah kita membagikan untaian-untaian kalimat inspiratif tersebut kepada orang lain. karena untuk apa membagikannya pada orang lain jika kita sendiri tak melakukannya. atau jangan-jangan, kita memang sudah terlanjur suka memakai topeng untuk menutupi keburukan kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar