Jumat, 21 Januari 2011

Hari Valentine, "Kenapa Sih Diributin?"

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. al Isra': 36)

Tidak ada di dunia ini kematian seseorang diperingati dengan begitu massal dan masif seperti halnya kematian Santo Valentine yang diyakini terjadi pada tanggal 14 Februari. Hari kematiannya kemudian diperingati sebagai Hari Valentine, suatu hari di mana orang-orang menyatakan rasa cinta atau kasih sayang kepada orang-orang yang diinginkannya.

Di hari itu ada yang menyatakan perasaan kasih sayangnya kepada teman, guru, orangtua, kakak atau adik, dan yang paling banyak ditemui adalah mereka yang menyatakan cintanya kepada pasangan atau kekasihnya masing-masing. Di hari itu, para lelaki atau perempuan yang ingin menyatakan cintanya mengirimkan kartu atau hadiah kepada orang yang dituju dengan kalimat, "Be My Valentine", Jadilah Valentine Ku. Mungkin dalam benak banyak orang, kalimat ini sama artinya dengan ucapan, "Jadilah kekasihku." Benarkah demikian?

Jika memang begitu adanya, mengapa Hari Valentine begitu mengundang kontroversi dan polemik. Bukan saja di negeri-negeri Muslim, tapi juga di negeri-negeri yang bukan Muslim. Bahkan, sejumlah pemuka agama Kristen sendiri ada yang menyerukan umatnya agar tidak ikut-ikutan merayakan Valentine Day. Hal ini tentu tidak datang dengan sendirinya. Ada sesuatu di balik Hari Valentine yang membuat banyak orang cemas dan mengharapkan budaya ini tidak menjadi budaya dunia.

BOLEH APA SAJA DI CHRISTENDOM

Christendom adalah sebutan lain untuk tanah-tanah atau negeri-negeri Kristen di Barat. Awalnya hanya merujuk pada daratan Kristen Eropa seperti Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan sebagainya, namun dewasa ini juga merambah ke daratan Amerika.

Orang biasanya mengira perayaan Hari Valentine berasal dari Amerika. Namun, sejarah menyatakan bahwa perayaan Hari Valentine sesungguhnya berasal dari Inggris. Di abad ke-19, Kerajaan Inggris masih menjajah wilayah Amerika Utara. Kebudayaan Kerajaan Inggris ini kemudian diimpor oleh daerah koloninya di Amerika Utara.

Di Amerika, kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828-1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar. Howland mendapat ilham untuk memroduksi kartu di Amerika dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima. Upayanya ini kemudian diikuti oleh pengusaha-pengusaha lainnya hingga kini. Sejak tahun 2001, The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) tiap tahun mengeluarkan penghargaan "Esther Howland Award for a Greeting Card Visionary" kepada perusahaan pencetak kartu terbaik.

Sejak Howland memroduksi kartu ucapan Happy Valentine di Amerika, sejak itu produksi kartu dibuat secara massal di seluruh dunia. The Greeting Card Association memperkirakan bahwa di seluruh dunia sekitar satu milyar kartu Valentine dikirimkan per tahun. Ini adalah hari raya terbesar kedua setelah Natal dan Tahun Baru (Merry Christmast and The Happy Happy New Year), dimana kartu-kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi yang sama ini juga memperkirakan bahwa para perempuanlah yang membeli kurang lebih 85% dari semua kartu Valentine.

Mulai pada paruh kedua abad ke-20, tradisi bertukaran kartu di Amerika mengalami diversifikasi. Kartu ucapan yang tadinya memegang titik sentral, sekarang hanya sebagai pengiring dari hadiah yang lebih besar. Hal ini sering dilakukan pria kepada perempuan. Hadiah-hadiahnya bisa berupa bunga mawar dan cokelat. Mulai tahun 1980-an, industri berlian mulai memromosikan Hari Valentine sebagai sebuah kesempatan untuk memberikan perhiasan kepada perempuan pilihan.

Di Amerika Serikat dan beberapa negara Barat, sebuah kencan pada Hari Valentine sering ditafsirkan sebagai permulaan dari suatu hubungan yang serius. Ini membuat perayaan Valentine di sana lebih bersifat 'dating' yang sering diakhiri dengan tidur bareng ketimbang pengungkapan rasa kasih sayang dari anak ke orangtua, ke guru, dan sebagainya yang tulus dan tidak disertai kontak fisik. Inilah sesungguhnya esensi dari Valentine Day.

Perayaan Valentine Day di negara-negara Barat umumnya dipersepsikan sebagai hari di mana pasangan-pasangan kencan boleh melakukan apa saja, sesuatu yang lumrah di negara-negara Barat, sepanjang malam itu. Malah di berbagai hotel diselenggarakan aneka lomba dan acara yang berakhir di masing-masing kamar yang diisi sepasang manusia berlainan jenis. Ini yang dianggap wajar, belum lagi party-party yang lebih bersifat tertutup dan menjijikan.

SEJARAH VALENTINE DAY

Ribuan literatur yang berupaya menggali sejarah awal Hari Valentine masih berbeda pendapat. Ada banyak versi tentang asal dari perayaan Hari Valentine ini. Yang paling populer memang kisah dari Santo Valentinus yang diyakini hidup pada masa Kaisar Claudius II yang kemudian menemui ajal pada tanggal 14 Februari 269 M. Namun ini pun ada beberapa versi. Yang jelas dan tidak memiliki silang pendapat adalah kalau kita menelisik lebih jauh lagi ke dalam tradisi paganisme (dewa-dewi) Romawi kuno, sesuatu yang dipenuhi dengan legenda, mitos, dan penyembahan berhala.

Menurut pandangan tradisi Romawi kuno, pertengahan bulan Februari memang sudah dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan. Dalam tarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari disebut sebagai bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera.

Di zaman Romawi kuno, 15 Februari dikenal sebagai hari raya Lupercalia, yang merujuk kepada nama salah satu dewa bernama Lupercus, sang dewa kesuburan. Dewa ini digambarkan sebagai laki-laki yang setengah telanjang dan berpakaian kuit kambing. Para pendeta tiap tanggal 15 Februari akan melakukan ritual penyembahan kepada Dewa Lupercus dengan mempersembahkan korban berupa kambing kepada sang dewa.

Setelah itu mereka minum anggur dan akan berlarian di jalan-jalan dalam kota Roma sambil membawa potongan-potongan kulit kambing dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Para perempuan muda akan berebut untuk disentuh kulit kambing itu karena mereka percaya bahwa sentuhan kulit kambing tersebut akan bisa mendatangkan kesuburan bagi mereka. Sesuatu yang sangat dibanggakan di Roma kala itu.

Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara penyucian di masa Romawi kuno berlangsung antara tanggal 13-15 Februari, di mana pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya. Dua hari pertama (13-14 Februari), dipersembahkan untuk dewi cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis di dalam sebuah kotak. Lalu setiap pemuda dipersilakan mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya keluar harus menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan sang pemuda yang memilihnya.

Keesokan harinya, tanggal 15 Februari, mereka ke kuil untuk meminta perlindungan Dewa Lupercus dari gangguan serigala. Selama upacara ini, para lelaki muda melecut gadis-gadis dengan kulit binatang. Para perempuan itu berebutan untuk bisa mendapat lecutan karena mengganggap bahwa kian banyak mendapat lecutan maka mereka akan bertambah cantik dan subur.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara paganisme ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Antara lain mereka mengganti nama-nama gadis dengan nama paus atau pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine's Day untuk menghormati Santo Valentine yang kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.

Tentang siapa sesungguhnya Santo Valentinus sendiri, seperti telah disinggung di muka, para sejarawan masih berbeda pendapat. Saat ini sekurangnya ada tiga nama Valentine yang meninggal pada 14 Februari. Seorang di antaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa Romawi. Namun ini pun tidak pernah ada penjelasan yang detil siapa sesungguhnya "St. Valentine" termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II yang memerintahkan Kerajaan Roma berang dan memerintahkan agar menangkap dan memenjarakan Santo Valentine karena ia dengan berani menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih, sembari menolak menyembah tuhan-tuhannya orang Romawi. Orang-orang yang bersimpati pada Santo Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan, Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di dalam medan peperangan daripada yang menikah. Sebab itu kaisar lalu melarang para pemuda yang menjadi tentara untuk menikah. Tindakan kaisar ini diam-diam mendapat tentangan dari Santo Valentine dan ia secara diam-diam pula menikahkan banyak pemuda hingga ia ketahuan dan ditangkap. Kaisar Claudius II memutuskan hukuman gantung bagi Santo Valentine. Eksekusi dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M.

Selain itu, tradisi mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan Santo Valentine. Pada tahun 1415 M, ketika Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St. Valentine tanggal 14 Februari, ia mengirim puisi kepada isterinya di Perancis. Oleh Geoffrey Chaucer, penyair Inggris, peristiwa itu dikaitkannya dengan musim kawin burung-burung dalam puisinya.

Lantas, bagaimana dengan ucapan "Be My Valentine" yang sampai sekarang masih saja terdapat di banyak kartu ucapan atau dinyatakan langsung oleh pasangannya masing-masing? Ken Sweiger mengatakan kata "Valentine" berasal dari bahasa latin yang memiliki persamaan dengan arti: "Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa". Kata ini sebenarnya pada zaman Romawi kuno ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi.

Disadari atau tidak, demikian Sweiger, jika seseorang meminta orang lain atau pasangannya menjadi "To be my Valentine", maka dengan hal itu sesungguhnya kita telah terang-terangan melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan, istilah Sweiger karena meminta seseorang menjadi "Sang Maha Kuasa" dan hal itu sama saja dengan upaya menghidupkan kembali budaya pemujaan kepada berhala.

Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi atau lelaki rupawan setengah telanjang yang bersayap dengan panah adalah putra Nimrod "the hunter" Dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia begitu rupawan sehingga diburu banyak perempuan bahkan dikisahkan bahwa ibu kandungnya sendiri pun tertarik sehingga melakukan incest dengan anak kandungnya itu!

Silang sengketa siapa sesungguhnya Santo Valentine sendiri juga terjadi di dalam Gereja Katolik. Menurut Gereja Katolik, nama Santo Valentinus paling tidak merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda, yakni: seorang pastor di Roma, seorang uskup Interamna (modern Terni), dan seorang martir di provinsi Romawi Afrika. Koneksi antara ketiga martir ini dengan Hari Valentine juga tidak jelas. Bahkan, Paus Gelasius II pada tahun 496 M menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui secara pasti mengenai martir-martir ini. Walau demikian, Gelasius II tetap menyatakan tanggal 14 Februari tiap tahun sebagai hari raya peringatan Santo Valentinus. Ada yang mengatakan, Paus Gelasius II sengaja menetapkan hal ini untuk menandingi hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.

Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus di Via Tibertinus dekat Roma, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Jenazah itu kemudian ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim ke Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836.

Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada Hari Valentine, di mana peti emas diarak dalam sebuah prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah altar tinggi di dalam gereja. Pada hari itu, sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta. Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 dengan alasan sebagai bagian dari sebuah usaha gereja yang lebih luas untuk menghapus santo dan santa yang asal-muasalnya tidak bisa dipertanggungjawabkan karena hanya berdasarkan mitos atau legenda. Walau demikian, misa ini sampai sekarang masih dirayakan oleh kelompok-kelompok gereja tertentu.

VALENTINE DI ABAD PERTENGAHAN

Catatan pertama yang menghubungkan hari kematian Santo Valentinus dengan cinta romantis ada pada abad ke-14 di Inggris dan Perancis. Warga di kedua negara tersebut memercayai pada tanggal 14 Februari adalah hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Pada zaman itu, bagi para pencinta sudah lazim untuk bertukaran catatan pada hari ini dan memanggil pasangan mereka dengan sebutan "My Valentine". Sebuah kartu Valentine yang berasal dari abad ke-14, konon merupakan bagian dari koleksi pernaskahan British Library di London, menunjukkan hal ini. Kemungkinan besar masih teramat banyak legenda dan mitos mengenai Santo Valentinus diciptakan pada zaman ini. Beberapa diantaranya bercerita bahwa: "Sore hari sebelum Santo Valentinus akan gugur sebagai martir, ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis "Dari Valentinusmu".

Jelas sudah, Hari Valentine sesungguhnya berasal dari mitos dan legenda zaman Romawi kuno di mana masih berlaku kepercayaan paganisme (penyembahan berhala). Gereja Katolik sendiri tidak bisa menyepakati siapa sesungguhnya Santo Valentine yang dianggap martir pada tanggal 14 Februari. Walau demikian, perayaan ini pernah diperingati secara resmi oleh Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia dan dilarang secara resmi pada tahun 1969. Beberapa kelompok gereja Katolik masih menyelenggarakan peringatan ini tiap tahunnya.

Kalaupun Hari Valentine masih dihidup-hidupkan sekarang, bahkan ada kesan kian meriah, itu tidak lain dari upaya para pengusaha yang bergerak di bidang percetakan kartu ucapan, pengusaha hotel, pengusaha bunga, pengusaha penyelenggara acara, dan sejumlah pengusaha lain yang telah meraup keuntungan sangat besar dari event itu. Mereka sengaja, lewat kekuatan promosi dan marketingnya, meniup-niupkan Valentine Day sebagai hari khusus yang sangat spesial bagi orang yang dikasihi, agar dagangan mereka laku dan mereka mendapat laba yang amat sangat besar. Inilah apa yang sering disebut oleh para sosiolog sebagai industrialisasi agama, di mana perayaan agama oleh kapitalis dibelokkan menjadi perayaan bisnis.

"Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut," demikian bunyi hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Tirmidzi. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah juga berkata, "Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah SWT."

Allah SWT sendiri di dalam Al-Qur'an surah al-Maidah ayat 51 melarang umat Islam untuk meniru-niru atau meneladani kaum Yahudi dan Nasrani, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."


Sumber: Valentine Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Hallowen, So What? dengan editan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar