Senin, 07 September 2009

Dimanakah iman kita berada?

Oleh: Anonim

Suatu ketika Rasulullah saw. duduk-duduk bersama para sahabat di dekat sebuah pohon. Seperti biasanya, beliau senantiasa mengajari mereka dengan hal-hal baru, baik yang berupa hukum-hukum maupun yang berupa nilai-nilai yang mengandung hikmah. Waktu itu, beliau bersabda bahwa bila seorang muslim masuk ke dalam masjid, maka hendaklah ia menunaiikan hak masjid. Yakni, melakukan shalat tahiyyatul mesjid dua rakaat. Dalam riwayat, segera setelah mendengar sabda Nabi saw. ini, semua mereka berlarian ke mesjid. Mereka ingin segera melakukan shalat itu, tanpa bertanya-tanya lagi. Nabi ditinggal sendirian. Setelah mereka selesai, mereka pun datang kembali ke dekat Nabi saw. satu persatu. Itulah salah satu cerminan iman para sahabat, kader dan santrinya Rasulullah saw.; melakukan ketaatan dengan segera di kesempatan pertama. Dalam kehidupan seorang muslim, persoalan iman adalah persoalan yang amat penting dan merupakan bagian yang paling sentral. Karena itu berbicara masalah iman selalu relevan, dari jaman ke jaman. Dalam kajian-kajian tentang iman, telah disebutkan setidaknya ada 5 tingkatan iman. Tidaklah seorang muslim hidup kecuali ia berada dalam salah satu dari tingkatan ini.

Pertama, iman taqlid.
Iman tingkatan paling rendah ini adalah imannya orang muslim yang tidak mengetahui tentang hal-hal fundamental iman kecuali sangat sedikit, atau bila mengetahuinya maka ia tidak meyakininya. Ia sayup-sayup saja mendengar tentang bahkan hal yang paling dasar sekali pun, semisal sifat dan nama-nama Allah Swt. "Apakah bukti dan dalil bahwa Allah itu ada? Apakah bukti dan dalil bahwa malaikat itu ada? Apakah bukti dan dalil bahwa Muhammad itu utusan Allah?" Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini dan pertanyaan yang serupa, muslim yang berada dalam tingkat iman ini hanya dapat menjawab: "Saya pernah mendengar orang lain berkata bahwa Allah itu ada, maka saya pun mengatakan demikian." Demikian pula ketika menjawab untuk yang lain. Biasanya, walaupun tidak selalu, muslim dengan iman taqlid ini juga tidak fasih membaca Al-Qur’an dan tidak terlihat ikhtiarnya untuk belajar.

Iman tingkat kedua adalah iman ilmu.
Yakni iman yang tumbuh atas dasar ilmu-ilmu agama. Muslim yang berada dalam tingkat ini mengerti dan memahami benar struktur keimanan beserta semua dalil, bukti dan sistem logika yang mendukungnya. Mereka dapat dengan fasih menguraikan seluruh sifat-sifat Allah Swt., seperti bahwa Allah itu exist (wujud) sejak awal dulu hingga di akhir nanti (al-Awwalu wa al-Akhiru) sekaligus pada saat yang sama -sesuatu yang sulit diterima dengan baik kecuali dengan penjelasan yang ‘mengeluarkan’ dzat Allah Swt. dari dimensi waktu dengan menggunakan teori-teori fisika modern. Mereka juga dapat menjelaskan bahwa Allah Swt. itu bersifat kekal (baqa) dengan cara membandingkan ‘inner characteristics’ milik-Nya dengan milik benda lain yang terlihat di alam ini. Orang Islam yang berada pada tingkat keimanan ini dapat dengan mudah menjelaskan tentang dalil adanya hari akhirat, tidak saja yang bersifat naql (dari Qur’an dan hadist) maupun yang bersifat aql (logika), dan lalu menghubungkannya dengan salah satu nama Allah Swt., yakni al-‘Adl (yang adil).
Dalam hal surga dan neraka pun -satu tema dimana sesuatu yang virtual dan reality bertemu dalam sejumlah besar ayat-ayat Al-Qur’an- mereka dapat menerangkannya pula. Pendeknya, basis keilmuan mereka ini cukup kuat melandasi iman yang dipunyai. Dalam kehidupan bermsyarakat, mereka ini giat membela kebenaran Islam karena mereka sendiri percaya sepenuhnya bahwa Islam adalah yang terbaik dan terbenar diantara semua aliran dan agama yang lain.
Hanya saja, iman yang dipunyai muslim tingkat ini belum sepenuhnya masuk ke dalam hati sehingga belum terekspresikan dalam amal. Amalnya tidak lengkap. Shalatnya kadang-kadang masih bolong-bolong, atau sering melambatkannya. Berinfaqnya tidak rutin. Membaca Al-Qur’annya hanya kalau sempat dan luang waktu. Mereka melakukan dakwah dengan syarat tidak mengganggu kehidupannya. Dan lalin-lain.

Yang ketiga adalah iman ‘ayan.
‘Ayan artinya teguh, pasti, eksak. Muslim dengan iman ‘ayan adalah muslim yang beriman atas dasar ilmu dan lalu mengekspresikannya dalam bentuk amal. Imannya telah masuk ke dalam hati. Iman ini adalah iman yang lengkap. Mereka yang berada di tingkat ini keyakinannya pada Allah Swt., malaikat dan semua yang menjadi rukun iman telah memenuhi ruang pikiran dan hatinya. Mereka bukan sekedar menyadari dengan akal adanya Allah tetapi merasakan dengan hati wujudnya Allah.
Beberapa sifat mereka adalah sebagai berikut. "Mereka yang senantiasa mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring, dan selalu memikirkan semua peristiwa di bumi dan langit, lalu setelah itu mereka menyadari dan berkeyakinan bahwa tidaklah semua makhluk ini dijadikan sia-sia, dan mereka berlindung dari adzab neraka karena kuatir tak dapat melaksanakan keinginan-keinginan Allah pada diri mereka" (seperti disebutkan dalam Surat Ali Imran ayat 19). Mereka ini juga disebut dalam Surat Hujurat ayat 15: "Sesungguhnya orang-orang yang benar-benar beriman adalah mereka yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu sedikit pun, dan berjihad dengan harta dan diri mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar."
Di peringkat iman 'ayan ini, 24 jam sepenuhnya terpakai untuk ibadah dan dzikir kepada Allah swt. Sekali-sekali mereka lalai dan berbuat dosa kecil, tetapi setiap kali terjadi demikian, mereka sangat menyesal. Selalu timbul dalam hati mereka ini rasa malu dan takut dihisab oleh Allah swt. Karenanya mereka segera bertaubat, mohon ampun dan berjanji sekuat tenaga tidak akan mengulangi lagi.

Didalam Al-Qur’an, banyak sekali disebutkan sifat orang dengan iman 'ayan ini, sebagai tambahan dari yang telah disebutkan di atas. Untuk memudahkan dalam mendalaminya, berikut ini adalah ringkasannya:

1. Khusyuk ketika shalat.
2. Melaksanakan puasa ramadhan.
3. Menunaikan zakat.
4. Pergi haji bila telah sanggup.
5. Ridha menerima ketentuan Allah.
6. Sabar menanggung ujian Allah.
7. Bersyukur atas nikmat-Nya.
8. Menjauhkan diri dari perbuatan maksiat seperti zina, minum arak, berjudi, membunuh, bicara kotor, mengumpat, memfitnah orang Islam, mengghibah orang Islam, mengadu domba.
9. Bermujahadah melawan nafsu dan membuang sifat-sifat buruk seperti ujub, riya’, sombong, hasad, dengki, dendam.
10. Tidak bermewah-mewah, cukup dengan apa yang ada, sederhana dalam hidup, tidak susah dengan kemiskinan.
11. Berkasih sayang sesama muslim, tegas dan keras dengan orang kafir.
12. Suka berbuat kebajikan dan menolong manusia terutama sanak saudara, kaum kerabat, dan sahabat-sahabat dekat.
13. Tidak pernah berputus asa dalam menghadapi semua persoalan hidup.
14. Menjadikan perjuangan dan jihad sebagai kerja tetap sepanjang hidup.

Iman tingkat ke empat adalah iman haq.
Mereka yang mencapai tingkat ini adalah mereka yang dapat melihat Allah dengan mata hatinya ketika mata mereka melihat apa saja. Ingatan itu bukan dibuat-buat tetapi datang secara spontan sekaligus bersama rasa takut, hebat, pujian, sanjungan dan kasih kepada Allah Swt.
Nafsu mereka yang dalam tingkatan ini sudah benar-benar ditundukkan dan syetan tidak berani lagi mendekat. Mereka ini adalah "muqarrabin", kaum yang didekatkan dengan Allah. Sifat istimewa mereka adalah (dari Qur'an Surat Yunus ayat 62-63) "Sesungguhnya para wali Allah itu tidak pernah merasa takut dan berduka cita. Yaitu mereka yang selalu bertaqwa." Mereka ini, sebagai hasilnya, senantiasa zuhud (hatinya tidak terkait material), ikhlas, wara’ (waspada terus), tidak senang bila dipuji dan tidak merasa hina bila dicaci. Hati dan imannya terkontrol.

Iman tingkat ke lima adalah imannya para rasul, para nabi, para syuhada’ (orang yang benar-benar menyaksikan), para shiddiqiin (mereka yang membenarkan).
Sifat mereka diantaranya adalah bila mereka berperang, mereka berperang di garis depan. Bila berinfaq, infaqnya paling besar dan paling ikhlas. Bila mereka beribadah, ibadahnya paling bagus dan lama, seperti baginda Rasul -sampai kakinya bengkak. Bila bergaul, paling baik akhlaknya. Bila berdzikir, paling banyak air matanya. Mereka inilah sebaik-baik ciptaan dari semua yang pernah diciptakan-Nya.

‘Dimanakah letak iman kita, wahai saudaraku?’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar