Senin, 07 September 2009

Sang Pemimpin

Oleh: Anonim

Amanah kepemimpinan adalah beban yang sesungguhnya sangat berat. Beban ini memang untuk ditanggung oleh mereka-mereka yang kuat. Kita, manusia, diciptakan berbeda-beda. Disinilah kita harus mengakui adanya orang-orang yang lebih memiliki kemampuan dibandingkan yang lain. Kepada siapa amanah ini akan kita berikan?

Pemimpin itu mesti memiliki kesabaran yang tinggi. Dia memimpin manusia yang sangat heterogen perwatakan dan kepentingannya. Dan sikap dasar dari manusia adalah egois -mendahulukan kepentingan dirinya masing-masing- dan banyak menuntut. Pemimpin mesti pemaaf, tahan menghadapi cacian, sikap-sikap pembangkangan, sikap-sikap egois, dan hal-hal semacam itu.

Pemimpin adalah orang yang memiliki acceptabitity yang tinggi. Dia dapat diterima di berbagai kalangan dalam komunitas ummat. Antum dapat membayangkan, orang seperti ini tentu sama sekali bukan tipe orang yang memaksakan kehendak dan tidak mau mendengar orang lain. Pemimpin bukan orang yang buta dan tuli, biar anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Bagaimana orang lain akan menaruh kepercayaan kepemimpinan kepada orang yang hanya mau didengar dan tidak mau mendengarkan saran serta tidak mau memperhatikan kebutuhan dan kepentingan orang lain?

Pemimpin harus siap menghadapi keragaman. Dia tidak menipu dirinya dengan menganggap semua orang atau golongan adalah sama dan memaksakan harus satu suara. Antum bias melihat bahwa pemimpin harus memiliki kemampuan mediasi. Dia sama sekali bukan orang yang arogan dan suka berdebat atau mendebat orang. Dia menghadapi perbedaan dengan selalu berupaya melakukan penengahan agar sebanyak mungkin harapan dan kepentingan bisa terakomodasi. Lihatlah bagaimana Rasulullah Muhammad saw menengahi perselisihan kaumnya dengan membuat mereka semua merasa senang. Mengabaikan begitu saja aspirasi orang lain merupakan pertanda kepemimpinan yang buruk.

Pemimpin bukan orang yang egosentris. Dia pandai menghargai gagasan-gagasan yang muncul, mewadahi semuanya. Sehingga semua aktivitas dirasakan menjadi milik bersama. Pemimpin yang otoriter berlaku sebaliknya, dia mengumumkan aspirasinya, lalu meminta semua orang melaksanakan gagasannya tersebut. Pemimpin yang otoriter adalah yang menganut filosofi l`etat c`es moi (organisasi ini adalah aku).

Pemimpin yang baik memiliki derajat kearifan yang tinggi. Kearifan adalah kemampuan memandang dari sudut pandang yang lebih banyak dan mampu memberikan bobot kepada pertimbangan yang paling prioritas. Dengan demikian kematangan pribadi merupakan syarat penting kepemimpinan. Walaupun setiap orang pada hakikatnya selalu belajar, kita akan menyerahkan kepemimpinan kepada orang yang lebih berpengalaman dalam hidup ini, bukan kepada mereka yang bersemangat namun masih hijau. Bukan orang yang terburu-buru, mudah berubah, atau bersemangat sesaat saja.

Pemimpin jelas dituntut pengorbanan yang tinggi. Dia tidak akan mau tidur sebelum semua ummat dapat tidur pulas. Tidak mau kenyang sebelum semua ummatnya kenyang. Seorang pemimpin barangkali adalah orang yang mengorbankan lebih banyak kepentingan pribadinya atau malah keluarganya. Walaupun barangkali atas pengorbanannya itu dia lebih banyak mendapatkan cacian daripada pujian.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang ikhlas. Dia tidak dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan lain selain kebaikan dan keselamatan ummat. Golongannya, keluarganya, bahkan ego dirinya sendiri tidak bisa menekan dan memaksa dia untuk mengalahkan kepentingan ummat. Pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang menyadari benar beratnya amanah kepemimpinan. Menyadari benar bahwa amanah itu hanya dapat dipikul oleh mereka yang berkemampuan atas bimbingan dan kekuatan Allah swt. Oleh karena itu, sekiranya dapat, tentu saja mereka akan menolak jabatan kepemimpinan itu.

Pemimpin bukan orang yang bodoh dan dapat dibodohi. Pemimpin punya visi yang jelas sehingga tidak mudah terprovokasi oleh gangguan-gangguan kecil yang tidak relevan. Dia bukan orang yang buta politik, bukan orang yang buta sosial. Dia paham benar hukum-hukum kehidupan, hukum-hukum sosial, hukum-hukum seputar kekuasaan. Dia banyak belajar dari umat-umat yang lain. Dia bukan orang yang tidak menghargai sejarah masa lalu.

Pemimpin bukan orang yang lemah. Bukan orang yang tidak bisa marah ketika kebenaran dilanggar. Bukan orang yang diam saja ketika kepentingan-kepentingan umat diganggu. Bukan orang yang mudah ditekan. Bukan orang yang diam saja ketika kemungkaran berlalu di depan matanya. Tetapi pemimpin juga bukan orang yang kasar. Dia seorang yang mendahulukan kelembutan dan kasih sayang kepada orang lain. Dia orang yang selalu berpengharapan bahwa semua orang dapat menjadi orang baik dan selamat di dunia dan akhirat nanti.

Pemimpin yang baik adalah seseorang yang tawadhu. Dia sangat memahami bahwa dirinya bukan yang terbaik. Dia jauh dari sikap arogan dan meremehkan orang lain. Dia siap menerima kritik dan sebagainya.

Pemimpin adalah orang yang berhasil memperlihatkan kepemimpinan atas dirinya sendiri dan keluarganya. Bagaimana seseorang akan memimpin orang lain sekiranya memanage dirinya sendiri masih kacau balau? Pemimpin yang baik mampu menyeimbangkan idealita dengan realita. Dia bukan orang yang terlalu idealis sehingga memaksakan program-program yang memberatkan orang lain. Namun bukan pula orang yang terlalu pragmatis sehingga kehilangan idealisme.

Pemimpin yang baik adalah mereka yang ketika menjadi umat, dia menjadi umat yang baik pula. Pemimpin yang terbaik adalah yang mencintai umatnya dan umat pun mencintainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar