Senin, 14 September 2009

Tabayyun Dulu Saudaraku...

Oleh: Anonim

Kita terkadang terlalu yakin dengan pengetahuan diri. Kita merasa tahu segalanya sehingga seolah-olah memiliki otoritas untuk membuat kesimpulan mengenai sesuatu hal. Atau kalau menyangkut kepribadian orang lain, kita sering merasa tidak perlu informasi lebih lanjut karena kita merasa cukup pengetahuan mengenai jati diri orang itu sebenarnya.

Kesalahan terbesar seseorang adalah ketika ia menganggap dirinya telah cukup pengetahuan sehingga ia tidak memiliki itikad sedikit pun untuk melakukan cek ricek, tabayyun, konfirmasi balik. Tentang suatu kejadian, ia langsung menyimpulkan ini itu. Tentang diri seseorang, ia langsung menyimpulkan ini itu, menilai begini itu. Dengan pengetahuan sedikitnya, ia merasa sudah banyak pengetahuan. Dengan interaksinya dengan orang lain yang sebentar, ia merasa sudah berhak membuat kesimpulan mengenai diri seseorang itu padahal boleh jadi apa yang disimpulkannya itu hanya akan membuahkan fitnah dan kebohongan, jauh dari fakta sebenarnya. Keterbatasan yang dimilikinya tiada pernah disadari. Ia terjebak dalam ujub diri, merasa punya kemampuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu hal atau orang lain tanpa diiringi dengan sikap kehati-hatian. Maka ia pun mudah berkomentar tanpa dipikir lebih dalam lagi. Ia mudah menilai sesuatu tanpa mencari dulu fakta yang benar.

Yang lebih fatal lagi adalah ketika kecerobohan sikap ini disebarkan ke orang lain. Kalau menyangkut diri seseorang, maka betapa ia akan menumbuhkan sikap kebencian dari orang yang dirugikannya atas pemberitaan yang tidak benar. Prasangka dikira kebenaran. Prasangka melahirkan kebohongan. Prasangka yang tidak disertai tabayyun akan melahirkan kerenggangan hubungan sesama.

Tabayyun adalah mengecek kebenaran suatu berita, agar tidak simpang siur dan menimbulkan fitnah... setiap usaha untuk membelokkan kebenaran dianggap fitnah, jadi yang namanya gosip, walaupun gak berbahaya, tetap saja fitnah... dan ini lebih kejam dari pembunuhan, jadi masalah ini sangat sensitif dalam Islam...

Suatu ketika, Abdullah bin Ubay, seorang pemuka kaum di Madinah yang merasa 'tersingkir' akibat keberadaan Nabi Muhammad saw. pernah berkata-kata buruk tentang umat Islam... dia bicara di depan para pendukungnya yang tidak lebih dari 10 orang...

Zaid bin Arqam, yang waktu itu belum baligh (masih anak-anak), kebetulan lewat dan mendengarnya... karena masih anak-anak, dia dibiarkan saja oleh Abdullah bin Ubay dan konco-konconya...

Kemudian Zaid bin Arqam datang kepada Rasulullah saw. dan menyampaikan kata-kata buruk Abdullah bin Ubay tersebut... Rasulullah saw. memberikan tiga pertanyaan:
1. "Mungkin kamu marah padanya?"... Zaid menjawab, "Tidak."
2. "Mungkin kamu tidak jelas mendengarnya?"... Zaid menjawab, "Tidak."
3. "Mungkin ada kata-katanya yang kamu lupa?"... Zaid kembali menjawab, "Tidak."

Disini ada pelajaran penting... tiga pertanyaan di atas mewakili tiga kemungkinan penyebab kesalahpahaman di tubuh umat.... tiga kemungkinan itu adalah:

1. tidak objektifnya orang yang mendengar berita, mungkin karena marah, sedih, atau perasaan-perasaan subjektif lainnya, sehingga ia menanggapi suatu berita tidak sebagaimana mestinya... itu sebabnya Rasulullah bertanya apakah Zaid sedang marah kepada Abdullah bin Ubay...

2. pendengar tidak mendengar seluruh kata-kata sang pembicara (mungkin karena hanya sepintas lalu atau ada suara ribut di sekitarnya), sehingga makna yang ia tangkap pun sangat berbeda... itu sebabnya Rasulullah bertanya apakah Zaid mendengar kata-kata Abdullah bin Ubay dengan sangat jelas atau hanya samar-samar....

3. pendengar tidak mendengar seluruh kata-katanya si pembicara, hingga maknanya bisa sangat berubah... kalimat "aku benci pada perbuatan dia" sangat berbeda dengan kalimat "aku benci pada dia"... karena itu Rasulullah bertanya apakah ada kata-kata Abdullah bin Ubay yang lupa ia sampaikan kepada Rasulullah...

Zaid menjawab ketiga pertanyaan dengan mantap.... Rasulullah saw. mengenal anak itu sebagai anak yang jujur... tapi apa yang beliau lakukan selanjutnya? apakah beliau mengutus orang untuk memenggal leher Abdullah bin Ubay?

Tidak. Beliau menunggu Abdullah bin Ubay untuk datang padanya dan menyampaikan penjelasannya sendiri... dan Abdullah bin Ubay benar-benar datang karena takut akan diusir dari Madinah... ia menyampaikan sumpah palsu bahwa ia tidak pernah mengatakan kata-kata buruk tersebut... tapi kemudian turun ayat Al-Qur'an yang menyampaikan kebenaran berita Zaid bin Arqam tersebut... barulah Rasulullah saw. benar-benar percaya... sejak itu, beliau memalingkan wajahnya dari Abdullah bin Ubay...

Begitulah tabayyun... apakah Anda objektif? apakah Anda mendengar dengan jelas? apakah Anda mendengar secara lengkap? kalau ketiga pertanyaan ini sudah dijawab, maka mintalah penjelasan... baru ambil keputusan...

Kita berlindung dari Allah dari sifat sombong, ujub diri, dengki, dan fitnah. Kita ini makhluk yang sangat terbatas. Terbatas ilmunya. Terbatas pengetahuannya. Bila kita sadar bahwa kita terbatas, maka kita akan menjadi manusia yang sangat hati-hati. Hati-hati dalam menyikapi sesuatu. Hati-hati dalam menilai sesuatu. Hati-hati dalam membuat kesimpulan terhadap suatu kejadian. Hati-hati meski sekedar dalam hati.

2 komentar: