Senin, 07 September 2009

Umar dan Kekuasaan

Oleh: M. Faruq Anshori

Bagi Umar bin Khattab ra., kekuasaan bukanlah kehormatan, melainkan beban dan tanggung jawab yang harus ditunaikan dengan baik. Dia tidak pernah memintanya, kecuali pada satu kesempatan, yaitu ketika Rasulullah saw., bersabda pada perang Khaibar, "Aku akan serahkan bendera ini kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Melalui kedua tangannya Allah berikan kemenangan". Umar berkata, " Aku tidak pernah menginginkan kepemimpinan selain hari itu. Maka aku melompat-lompat dengan harapan aku dipanggil untuk diserahkan bendera itu. Ternyata yang ditunjuk oleh Rasulullah saw. adalah Ali bin Abi Thalib." (HR. Muslim)

Yang membuat Umar tergiur dengan kepemimpinan yang akan diberikan oleh Rasulullah saw. bukanlah posisi kepemimpinannya itu sendiri. Ia tergiur karena Rasulullah saw. menegaskan bahwa orang yang akan membawa bendera itu adalah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Tidak heran jika sejarah kekhalifahan Umar bin Khattab sarat dengan kisah-kisah indah yang memproyeksikan ketinggian konsep Islam. Dari pidato resmi ketika ia dilantik sebagai khalifah, tergambar corak pemerintahan yang akan dijalankan, " Wahai saudara-saudara! Saya telah kalian pilih, padahal saya bukan yang terbaik diantara kalian. Maka, jika saya berada dijalan yang benar, dukunglah saya. Sebaliknya, jika saya menyimpang dari kebenaran luruskan-lah!" Baru saja Umar selesai bicara, salah seorang hadirin angkat bicara, "Wahai Umar! Andai nanti kami melihat ada penyimpangan pada dirimu dalam menjalankan pemerintahan, niscaya akan kami luruskan dengan ujung pedang." Mendengar kata-kata pedas itu, Umar yang terkenal tempramental, malah berkata, "Alhamdulillah, ternyata masih ada orang yang sudi meluruskan saya dengan ujung pedang!" Ketika Umar bin Khattab ingin memperluas masjid Madinah, ia meminta Al-Abbas paman Nabi saw. untuk menjual rumahnya yang kebetulan bersebelahan dengan masjid itu. Namun Al-Abbas menolaknya. Kemudian Umar berkata, "Kalau demikian hibahkanlah kepada kami!" Al Abbas menolak. "Atau engkaulah sendiri yang menggabungkannya ke masjid!" Al Abbas tetap menolak. "Engkau harus pilih salah satu diantara yang tiga!" kata Umar tegas.

Akhirnya mereka bersepakat mencari penengah. Dipilihnya Ubai bin Ka'ab. Ia memberikan penjelasan dan berkata kepada Umar, "Menurut pendapatku, engkau tidak berhak mengusir dia dari rumahnya kecuali jika ia rela." "Adakah fatwamu itu berdasarkan kitab Allah atau sunnah Rasulullah?" Jawab Umar. "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Sulaiman bin Daud ketika membangun Baitul Maqdis, setiap kali ia membangun dinding, selalu rubuh kembali. Maka Allah Swt. menurunkan wahyu kepadanya bahwa ia tidak boleh membangun di atas milik orang lain sampai ia merelakannya."

Maka Umar pun tak lagi memaksa. Padahal yang ia bangun bukan gedung pribadi atau peristirahatan mewah. Bukan pula tempat hiburan untuk pemuas nafsu pribadi. Dia tidak berani sembarang menggusur. Akhirnya al-Abbas sendiri yang memperluas masjid itu dengan rumah miliknya.

Demikianlah bila kekuasaan dipegang oleh orang yang menyadari bahwa Allah pemilik mutlak. Berbeda seperti langit dan bumi dengan apa yang dilaksanakan oleh Fir'aun.

Ada satu cerita lagi tentang beliau, yaitu ketika beliau datang berkunjung ke Palestina setelah penaklukan kota Palestina. Dari kejauhan, orang-orang Palestina, pendeta-pendeta Nasrani, serta para pembesar lainnya yang tidak pernah melihat rupa Umar, melihat sosok tubuh yang besar menuntun kuda kurus yang ditunggangi seorang yang kurus pula. Mereka bingung bukan main, ternyata khalifah yang ditakuti dan disegani itu 'hanya' seperti itu. Setelah sosok itu mendekat dan memperkenalkan diri, mereka lebih terkejut lagi karena ternyata justru Sang Khalifah adalah orang yang besar yang menuntun kuda yang ditunggangi pembantu dan penunjuk jalannya. Rupanya tadi itu Umar sedang dapat giliran yang berjalan dan pembantunya mendapat giliran naik kuda. Dikira para pendeta dan pembesar tadi, Umar adalah bodyguard si "khalifah" karena badannya yang besar. Bayangkan... seorang khalifah yang menaklukkan Romawi hanya berjalan berdua dengan pembantunya dan bergantian naik kuda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar